Rabu 15 Sep 2021 18:23 WIB

Studi: Vaping Ada Kaitannya dengan Gangguan Makan Mahasiswa

Mahasiswa AS yang konsumsi vape melaporkan adanya gangguan makan.

Rep: Santi Sopia/ Red: Reiny Dwinanda
Cairan rokok elektronik (vape). Sebagian mahasiswa di Amerika Serikat yang doyan vaping mengaku mengalami gangguan makan.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Cairan rokok elektronik (vape). Sebagian mahasiswa di Amerika Serikat yang doyan vaping mengaku mengalami gangguan makan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggunaan vaping atau rokok elektronik telah dikaitkan dengan peningkatan risiko gangguan makan. Diagnosis gangguan makan ini banyak dilaporkan secara mandiri oleh orang yang mengalaminya, menurut sebuah penelitian terbaru, dikutip dari Fox News, Rabu (25/9).

Penggunaan vape marak di kalangan dewasa muda Amerika Serikat dan gangguan makan biasanya muncul sebelum usia 25 tahun. Semula, kaitan antara vaping dan gangguan makan tidak diketahui pada populasi mahasiswa.

Baca Juga

Studi terbaru mengungkap sebanyak 22 persen mahasiswa Amerika Serikat mengaku merokok vape nikotin pada tahun 2019. Dari angka itu, 29 persen wanita, 16 persen pria, dan 14 persen mahasiswa transgender/gender yang tidak sesuai telah melaporkan gejala gangguan makan.

Temuan ini diterbitkan dalam jurnal Eating Behaviors, diambil dari studi nasional Healthy Minds (HMS) 2018-2019 dari sekitar 51.231 mahasiswa AS di 78 perguruan tinggi dan universitas. Survei melalui surel ini dilakukan terhadap mahasiswa berusia 18 tahun ke atas.

Pertanyaan yang diajukan seputar apakah mereka pernah didiagnosis dengan salah satu kondisi tertentu oleh seorang profesional kesehatan, semisal dokter perawatan primer, psikiater, atau psikolog. Mereka juga ditanyakan apakah mengalami gangguan makan seperti anoreksia nervosa, dan bulimia nervosa.

Pertanyaan lain yang ditujukan untuk menilai risiko gangguan makan adalah tentang bagaimana mereka pernah mengalami sakit karena merasa tidak nyaman untuk kenyang. Ada juga pertanyaan tentang kekhawatiran mereka kehilangan kendali atas seberapa banyak porsi makannya.

Responden juga menjawab pertanyaan terkait bagaimana mereka pernah menggunakan rokok elektronik atau vape dalam waktu 30 hari sebelumnya berikut jenisnya, seperti perasa, nikotin, mariyuana, atau lainnya. Hasilnya menunjukkan 19 persen responden melaporkan penggunaan vaping belum lama ini dengan seperempat di antaranya mengalami peningkatan risiko gangguan makan.

Hampir empat persen dari mereka melaporkan sendiri diagnosis gangguan makan. Para peneliti mencatat bahwa penggunaan rokok elektronik dapat memperburuk masalah kesehatan yang terkait dengan gangguan makan, termasuk komplikasi kardiovaskular, paru, dan neurologis.

Dari temuan tersebut, penulis penelitian menyarankan dokter untuk menyaring gejala gangguan makan di antara mahasiswa yang melaporkan penggunaan vaping. Selain itu, penting untuk mencegah penggunaan vape dan memantau potensi masalah medis akibat vaping.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement