REPUBLIKA.CO.ID,GARUT -- Kepolisian Resor (Polres) Garut menciduk seorang sopir bus jurusan Garut-Jakarta, karena diketahui sering memakai narkoba jenis sabu-sabu sebelum mengemudikan bus, bahkan menjadi pengedar di wilayah selatan Kabupaten Garut, Jawa Barat.
"Selama ini ketika mengonsumsi narkoba yang bersangkutan juga melakukan pekerjaannya selaku sopir bus," kata Kepala Polres Garut AKBP Wirdhanto Hadicaksono saat jumpa pers pengungkapan kasus narkoba dengan 16 tersangka, di Mapolres Garut, Rabu (15/9).
Ia menuturkan tersangka sopir inisial H merupakan sopir salah satu PO bus di Garut yang berdasarkan hasil tes urine terbukti positif mengandung zat berbahaya jenis sabu-sabu. Sopir yang mengonsumsi narkoba, kata dia, tentunya bisa membahayakan keselamatan dirinya maupun penumpang, dan pengguna jalan lainnya.
"Ini tentunya akan menjadi kekhawatiran tersendiri apabila sopir mengonsumsi narkotika yang tentunya akan membahayakan keselamatan baik bagi dirinya sendiri maupun penumpang," katanya pula.
Dia menyampaikan tersangka H merupakan salah satu dari 16 orang yang berhasil ditangkap dalam operasi pemberantasan narkoba dan premanisme oleh Tim Sancang Polres Garut selama dua pekan. Tersangka H, kata Kapolres, tidak hanya mengkonsumsi narkoba, tapi mengedarkan juga yang selama ini dijual di tempat wisata wilayah selatan Kabupaten Garut.
"Sopir bus angkutan umum salah satu PO bus di daerah Garut yang merupakan pengedar narkotika jenis sabu-sabu khususnya di wilayah selatan," kata Kapolres.
Ia menambahkan, selama operasi pemberantasan narkoba, tidak hanya menangkap 16 tersangka dari sejumlah tempat, tapi mengamankan juga barang bukti berupa 13 paket sabu-sabu seberat 15 gram, 2 paket gorila 10 gram, dan 872 butir obat-obatan terlarang.
Semua tersangka saat ini mendekam di sel tahanan Marpolres Garut untuk menjalani pemeriksaan hukum lebih lanjut, dan dijerat Undang-Undang tentang Narkoba dan tentang kesehatan. "Para pelaku kami kenakan Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009, dan Undang-Undang tentang Kesehatan dan Tenaga Kesehatan Nomor 36 Tahun 2014, ancaman hukumannya maksimal 15 tahun dan 20 tahun penjara," katanya pula.