Kamis 23 Sep 2021 15:23 WIB

Aktivis Sambut Komitmen China Stop Pendanaan PLTU Batu Bara

PLTU batu bara membawa dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat

Rep: Antara/ Red: Christiyaningsih
Nelayan menunjukkan bongkahan batu bara yang tersangkut jaring ikan usai melaut di Roban Timur, Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (22/12/2020). Sejumlah nelayan setempat mengeluh jaring penangkap ikannya rusak dan merugi hingga 50 persen akibat tersangkut batu bara yang berasal dari kapal pengangkut batu bara di sekitaran perairan laut yang berdekatan dengan PLTU Batang.
Foto: ANTARA/Harviyan Perdana Putra
Nelayan menunjukkan bongkahan batu bara yang tersangkut jaring ikan usai melaut di Roban Timur, Subah, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (22/12/2020). Sejumlah nelayan setempat mengeluh jaring penangkap ikannya rusak dan merugi hingga 50 persen akibat tersangkut batu bara yang berasal dari kapal pengangkut batu bara di sekitaran perairan laut yang berdekatan dengan PLTU Batang.

REPUBLIKA.CO.ID, BENGKULU - Para aktivis lingkungan yang bergabung dalam koalisi Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) menyambut komitmen Presiden China Xi Jinping yang berjanji tidak akan mendanai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara baru di luar negeri.

Ketua Kanopi Hijau Indonesia sekaligus Konsolidator STuEB, Ali Akbar, menyebut komitmen Xi Jinping cukup memberi angin segar dalam melawan krisis iklim global."Kami akan mengawal komitmen ini sampai ke level operasional di lapangan karena dalam perencanaan kelistrikan nasional cukup banyak proyek pembangkit listrik berbahan bakar batu bara yang diproyeksikan berdiri di Pulau Sumaera," kata Ali.

Baca Juga

Ia mengatakan dalam lima tahun terakhir 13 organisasi masyarakat sipil yang bergabung dalam STuEB telah memotret dampak buruk PLTU batu bara di Sumatera. Proyek tersebut menghancurkan mata pencaharian nelayan dan petani, anak-anak terpapar abu beracun, menyebabkan konflik horizontal, hingga pencemaran lingkungan yang mengerikan.

Direktur Yayasan Srikandi Lestari yang berbasis di Sumatera Utara Sumiati Surbakti mengatakan dampak PLTU batu bara Pangkalan Susu Sumatera Utara mengakibatkan menyempitnya ruang tangkap nelayan. Kondisi itu terjadi karena aktivitas angkutan batu bara melalui jalur laut yang menyebabkan turunnya pendapatan nelayan hingga 70 persen.

Selain itu, kata dia proyek pembangkit berbahan energi fosil ini juga berdampak terhadap kesehatan. Udara dan air tercemar polusi mengakibatkan banyak warga menderita gatal-gatal, paru hitam, serta tingginya penderita ISPA akibat abu sisa pembakaran batu bara.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani juga menambahkan dampak operasi PLTU batu bara Ombilin di Sawah Lunto juga dikeluhkan warga selama bertahun-tahun. Alat penangkap abu yang rusak dan tidak diperbaiki hingga saat ini membuat seluruh abu sisa pembakaran batu bara keluar dari cerobong dan menghujani warga.

"Sebaiknya pemerintah China segera mengevaluasi proyek PLTU yang sedang berjalan saat ini dan tidak lagi mendanai PLTU baik di Indonesia atau di mana pun di muka bumi ini," katanya.

Direktur Lembaga Tiga Beradik, Hardi Yudha, mengatakan kegiatan PLTU Semaran Kabupaten Sarolangun, Jambi sudah berdampak kepada kesehatan warga seperti batuk, sesak nafas, bahkan penyakit kulit. Apalagi, akan ada pendirian PLTU Jambi 1 dan 2 dengan kapasitas 2x300 MW yang dipastikan menambah beban warga atas kerusakan dan pencemaran lingkungan.

"Kami meyakini dampak PLTU batu bara relatif sama di setiap wilayah yang ada di Sumatera," jelas Yuda.

Berdasarkan data STuEB, saat ini ada 33 pembangkit listrik di Sumatera dengan kapasitas sebesar 3.566,5 MW dan 16 pembangkit sebesar 4.450 MW yang sedang direncanakan RUPTL 2020-2029. Berdasarkan data tersebut China mendominasi sebagai aktor utama pendana.

Sebelumnya, dalam sidang umum ke-76 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang digelar di New York pada Selasa (21/9), Presiden China Xi Jinping berjanji tidak akan mendanai proyek PLTU batu bara baru di luar negeri.

"China akan berusaha untuk mencapai puncak emisi karbon dioksida yang dilepaskan sebelum 2030 dan mencapai karbon netral sebelum 2060," kata Xi Jinping. China Juga berkomitmen mendukung negara berkembang dalam mengembangkan energi hijau dan rendah karbon.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement