REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan pasokan stok jagung aman dan terkendali hingga akhir tahun. Berdasarkan pemantauan stok yang dilakukan Badan Ketahanan Pangan (BKP), stok jagung nasional pada minggu IV (per 20 September 2021) mencapai 2.750.072 ton.
Total stok itu dengan sebaran 856.897 ton (31 persen) berada di pabrik pakan, 744.250 ton (27 persen) di pengepul, 423.502 ton (15 persen) di agen, 288.305 ton (11 persen) di pengecer, 276.300 ton (10 persen) di usaha lain, dan sisanya 6 persen di industri pangan, Rumah tangga, dan lain-lain. Kepala Pusat Distribusi dan Akses Pangan, BKP Kementan, Risfaheri mengatakan, di samping menerima laporan stok setiap minggu dari petugas enumerator independen yang tersebar di daerah sentra produksi, pihaknya juga menurunkan tim untuk memantau langsung ketersediaan dan stok jagung di tingkat pengepul, agen, grosir dan petani di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
"Kondisi pasokan stok aman dan setiap pedagang pengepul rata-rata setiap hari masuk 100-150 ton, dan pengrimanan jagung ke pabrik pakan dan peternak di Jawa dan Jakarta 100 ton per hari, dan stok tertinggal di gudang pengepul setiap harinya tidak kurang dari 100 ton. Mulai minggu ini pembelian pengepul naik sekitar 65 persen dibandingkan kondisi pada minggu yang lalu," kata Risfaheri dalam pernyataan resminya, Ahad (26/9).
Ia pun mengklaim berdasarkan monitoring pasokan dan stok di berbagai titik distribusi yang dilakukan menunjukkan bahwa jagung tersedia cukup dan sebaran maupun distribusi jagung aman.
Pemerintah meyakinkan masyarakat terutama pelaku usaha ternak seluruh Indonesia khususnya peternak unggas di Jawa bahwa stok jagung sampai bulan Desember aman. Sebagai contoh, berdasarkan data monitoring stok yang dilakukan BKP Kementan, pada minggu IV September ini stok jagung di Jawa Timur sebanyak 766.087 ton, Jawa Tengah 412.250 ton dan Jawa Barat 201.717 ton, dengan sebaran stok yang ada di GPMT 28,01 persen, 27,47 persen dan 45,15 persen pada provinsi tersebut.
Risfaheri menambahkan, Kementan juga terus berupaya membantu baik itu melalui subsidi biaya transportasi pengiriman jagung dari wilayah produksi ke peternak mandiri agar harga jagung diterima peternak tidak terlalu mahal, maupun melalui subsidi harga.
Sebelumnya, Kementan telah memberikan bantuan biaya pengangkutan jagung dari daerah produksi ke peternak di Blitar dan Kendal mencapai 1.400 ton agar jagung yang diterima peternak tetap lebih murah. Saat ini Kementan juga memberikan bantuan subsidi harga jagung untuk 1.000 ton, sehingga harga jagung diterima peternak di Blitar, Kendal, dan Lampung Rp 4.500 per kg sesuai harga acuan pemerintah. Harga tersebut jauh lebih rendah dari harga jagung saat ini.
"Kami meyakini bahwa ketersediaan jagung cukup untuk memenuhi kebutuhan peternak kita. Selama ini kan tidak ada berita bahwa bahwa ternak ayam layer/ayam potong yang mati kelaparan karena kekurangan jagung atau pakan, yang ada peternak terutama peternak mandiri mengeluh bahwa harga jagung atau pakan semakin mahal sehingga memberatkan usaha mereka," tutur Risfaheri.
Pada umumnya, kata dia, peternak mandiri tidak memiliki stok jagung yang cukup karena keterbatasan modal dan fasilitas gudang. Itu membuat pada saat panen jagung berlimpah dimana harga jagung lebih murah, mereka tidak dapat memanfaatkan situasi tersebut dengan membeli jagung dalam jumlah besar sebagai stok untuk memenuhi kebutuhan jagung pakannya.
Kondisi itu berbeda dengan pabrik pakan yang memiliki sarana pengeringan dan penyimpanan berkapasitas besar, serta modal yang kuat. Pada pertengahan tahun sampai akhir tahun, panen jagung tidak sebesar periode semester pertama dan harga jagung pada semester kedua lebih tinggi dibandingkan pada semester pertama.
"Kondisi inilah yang selalu dihadapi peternak mandiri. Selain itu, peternak mandiri mendapatkan jagung tidak langsung dari petani jagung, tetapi dari pengepul atau pengecer, yang tentunya harganya jauh lebih tinggi dibandingkan membeli langsung dari petani jagung," ujarnya.