REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR) Alwan Ola Riantoby mengatakan, para penyelenggara pemilu harus bersikap independen. Penyelenggara pemilu bebas dari kepentingan dan tekanan politik.
“Standar dan prinsip utamanya itu memang dia harus independen,” ujar Alwan dalam webinar pada Sabtu (2/10).
Menurut dia, pada pemilu terakhir jajaran penyelenggara pemilu diserang dengan peristiwa yang mengakibatkan integritasnya menurun. Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan kasus suap pada pemilihan legislatif.
Belum lagi putusan-putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan sejumlah penyelenggara pemilu di tingkat pusat maupun daerah terbukti melanggar kode etik. Bahkan, DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan hingga pemberhentian tetap.
Alwan mengatakan, hal-hal tersebut tentu berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan publik kepada penyelenggara pemilu maupun kepercayaan politik dalam konteks proses elektoral. Penyelenggara pemilu harus menunjukkan sikap dan tindakan yang tidak mengindikasikan keberpihakannya, menjunjung tinggi profesionalitas, dan memiliki integritas.
Sementara, pada 2022, penyelenggara pemilu akan memulai tahapan Pemilu 2024 yang akan digelar sekaligus di tahun yang sama dengan Pilkada serentak. Sedangkan, anggota KPU dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) di tingkat pusat akan habis masa jabatannya pada April 2022.
Sehingga, Alwan mendesak proses seleksi penyelenggara pemilu berjalan sesuai ketentuan perundangan-undangan. Sebab, sosok penyelenggara pemilu tentu akan berpengaruh pada kualitas pelaksanaan pemilu dan pilkada ke depan.
“Pemilu kita itu sukses atau tidak, kepercayaan politik itu baik atau tidak, partisipasi tinggi atau tidak, kalau diawali dengan penyelenggara, kelembagaan, atau persona komisioner ini tidak baik secara integritas tentu akan kita sedang mengalami satu degradasi,” jelas dia.