REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Gubernur Jawa Timur mendorong adanya regenerasi petani dari kaum milenial. Khususnya pada komoditas kopi yang dirasanya sejauh ini telah menjadi andalan Jawa Timur. Emil mengatakan, profesi petani adalah salah satu pekerjaan yang berpengaruh pada banyak sektor kehidupan lainnya.
"Anak muda sebaiknya tidak kehilangan minat menjadi petani. Petani adalah salah satu pekerjaan yang berpengaruh pada banyak sektor kehidupan lainnya," kata Emil, Ahad (3/10).
Emil mengatakan, Jawa Timur memiliki jutaan generasi muda, utamanya di wilayah pedesaan yang ilmunya dirasa memadai untuk memajukan daerah tersebut. Menurutnya, salah satu usaha penting dalam memajukan daerah-daerah suburban adalah dengan melakukan pembaharuan elemen-elemen yang sudah ada, seperti pada profesi petan.
Menurutnya, hal itu bisa diwujudkan dengan mengubah kesan bahwa bercocok tanam tidak selalu identik dengan pekerjaan yang berpenghasilan kecil dan kuno. Artinya, kata dia, profesi petani dapat di-re-braning menjadi sesuatu yang baru dan milenial.
Emil berpendapat, usaha pembaharuan ini harus dimulai dari dalam diri sendiri. Generasi muda, kata dia, tidak boleh menjadi petani semata karena keterbatasan. Melainkan karena pilihan dan motivasinya sendiri.
"Kegiatan bertani itu bukan sesuatu yang remeh. Petani juga adalah profesi. Alangkah baiknya bila generasi milenial kini memutuskan menjadi petani bukan hanya karena tidak punya pilihan, tetapi karena keinginannya sendiri untuk menciptakan objek yang prospek bagi kemajuan desanya," ujar Emil.
Emil mengaku, Pemprov Jatim senantiasa memberikan wadah bagi para petani melalui forum Generasi Milenial Cemerlang (Gemilang) untuk bisa mengembangkan usahanya. Lewat wadah inilah, generasi muda yang ingin mengembangkan potensi desanya bisa memperluas jaringan mereka dalam membangun bisnis dan memaksimalkan potensi produk-produk lokal.
"Ini juga agar teman-teman kembali semangat berbudidaya. Agar kita kembali memahami bahwa untuk sukses, kita tidak harus bekerja di kota," kata Emil.
Kepala Badan Pusat Statistika (BPS) Jawa Timur, Dadang Hardiwan mengatakan, salah satu indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan petani di daerah pedesaan adalah indikator Nilai Tukar Petani (NTP). NTP Jawa Timur pada September 2021 mengalami kenaikkan sebesar 0,52 persen, dari 100,06 menjadi 100,58.
Dadang mengatakan, hal ini disebabkan karena indeks harga yang diterima petani (It) mengalami kenaikan sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) mengalami penurunan. Indeks harga yang diterima petani (It) naik sebesar 0,42 persen, sedangkan indeks harga yang dibayar petani (Ib) turun sebesar 0,10 persen.
"Jika dibandingkan dengan September 2020, perkembangan NTP bulan September 2021 mengalami kenaikan sebesar 0,22 persen. Sedangkan perkembangan NTP bulan September 2021 dibandingkan bulan Desember 2020 mengalami penurunan sebesar 0,22 persen," kata Dadang.
Dadang menjelaskan, pada September 2021, dua subsektor pertanian mengalami kenaikan NTP dan tiga sub sektor mengalami penurunan. Subsektor yang mengalami kenaikan NTP terbesar terjadi pada subsektor Tanaman Pangan sebesar 1,78 persen. Yaitu dari 101,06 menjadi 102,86.
"Kemudian diikuti subsektor Perikanan sebesar 1,26 persen dari 100,41 menjadi 101,68," ujar Dadang.
Adapun, subsektor yang mengalami penurunan NTP adalah subsektor Holtikulura sebesar 2,59 persen, yakni dari 94,58 menjadi 92,14. Kemudian diikuti subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 0,69 persen dari 101,24 menjadi 100,54, dan subsektor Peternakan sebesar 0,68 persen dari 99,82 menjadi 99,15.