Kamis 07 Oct 2021 06:02 WIB

Ilmuwan Sebut Atmosfer Pluto Perlahan Menghilang

Ilmuwan menemukan bahwa atmosfer Pluto sudah tipis.

Rep: Noer Qomariah Kusumawardhani/ Red: Dwi Murdaningsih
Pada 2015, NASA berhasil mengabadikan Pluto dengan New Horizons spacecraft.
Foto: nasa
Pada 2015, NASA berhasil mengabadikan Pluto dengan New Horizons spacecraft.

REPUBLIKA.CO.ID, TEXAS -- Sebuah studi baru menunjukkan gas di sekitar Pluto sekarang perlahan lenyap, berubah menjadi es ketika planet kerdil bergerak menjauhi Matahari. Dilansir dari Sciencealert, Kamis (7/10), saat suhu turun di permukaan, tampaknya ini menyebabkan nitrogen membeku lagi, menyebabkan atmosfer memudar.

Ilmuwan mengetahui ini saat mengamatinya menggunakan teknik okultasi, yakni menggunakan bintang yang jauh sebagai lampu latar bagi teleskop di Bumi untuk melihat apa yang terjadi di Pluto. Ini adalah teknik observasi yang dicoba dan diuji yang digunakan secara luas dalam astronomi.

Baca Juga

“Para ilmuwan telah menggunakan okultasi untuk memantau perubahan atmosfer Pluto sejak 1988,” kata ilmuwan planet Eliot Young dari Southwest Research Institute (SWRI) di Texas.

“Misi New Horizons telah mencapai profil kepadatan yang sangat baik sejak terbang lintas 2015, konsisten dengan atmosfer massa Pluto berlipat ganda setiap dekade, tetapi pengamatan 2018 kami tidak menunjukkan bahwa tren berlanjut sejak 2015,” kata dia.

 

Atmosfer Pluto terbentuk dari es yang menguap di permukaan, dengan perubahan kecil pada suhu yang menyebabkan perubahan signifikan dalam kerapatan massa atmosfer. Gletser nitrogen terbesar yang diketahui adalah Sputnik Planitia, bagian barat daerah Tombaugh Regio berbentuk hati yang terlihat di permukaan Pluto.

Pluto saat ini membutuhkan 248 tahun Bumi untuk membuat satu orbit mengelilingi Matahari, pada satu titik menjadi sedekat 30 unit astronomi (AUs) dari Matahari- itu 30 kali jarak antara Bumi dan Matahari.

Jarak itu semakin jauh, meninggalkan Pluto dengan lebih sedikit sinar matahari dan suhu yang lebih rendah. Peningkatan kepadatan atmosfer yang terlihat pada 2015 kemungkinan besar disebabkan oleh inersia termal- sisa panas yang terperangkap di gletser nitrogen yang memiliki reaksi tertunda terhadap jarak yang semakin jauh antara Pluto dan Matahari.

“Sebuah analogi untuk ini adalah cara Matahari memanaskan pasir di pantai. Sinar matahari paling intens pada siang hari, tetapi pasir kemudian terus menyerap panas sepanjang sore, jadi paling panas di sore hari,” kata ilmuwan planet SwRI Leslie Young.

Dalam beberapa tahun terakhir, para astronom telah dapat memastikan bahwa ada pegunungan berselimut salju di Pluto dan lautan cair di bawah permukaannya. Dua hal ini bisa memberi tahu bagaimana atmosfer planet kerdil ini bekerja.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement