REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Aksi perundungan yang dilakukan siswa SMP terhadap siswi SD di Sarijadi, Kota Bandung beberapa waktu lalu dipicu hubungan orang tua dengan anak yang kurang harmonis. Ditambah, penggunaan gadget serta media sosial oleh anak yang kurang sesuai.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Bandung, Rita Verita mengatakan siswa SMP dan siswi SD yang terlibat dalam peristiwa perundungan merupakan sosok anak yang baik. Keduanya pun sudah saling mengenal.
"Saya melihat mungkin ada sesuatu yang di dalam keluarga itu kurangnya waktu komunikasi antara orang tua dengan anak lalu mungkin penggunaan gadget dan medsos yang memang kurang pas fungsinya," ujarnya kepada wartawan, Selasa (12/10).
Ia menuturkan, kedua anak tersebut saling mengenal bahkan dalam beberapa kegiatan sering terlibat bersama seperti mengaji maupun solat berjamaah. Pihaknya melihat aksi perundungan terjadi disebabkan faktor keluarga.
Meski sudah diselesaikan secara kekeluargaan, ia menuturkan pihaknya melakukan pendampingan kepada kedua anak tersebut. Bahkan menggandeng psikolog profesional untuk memberikan konseling kepada keluarga dan anak.
"Harus meluangkan waktu memperhatikan anak apalagi masa remaja penggunaan medsos yang baik dan benar jangan lepas dari pengawasan keluarga," katanya.
Rita mengklaim peristiwa aksi perundungan yang melibatkan siswa SMP dengan siswa SD itu baru terjadi satu kali. Ia mengimbau agar peristiwa tersebut tidak terulang maka peran orang tua harus dapat memperhatikan dan mengawasi anak.
"Tentu titik permasalahan adalah peran keluarga, keluarga sangat berperan harus bisa memperhatikan anaknya mengawasi secara ketat kegiatan anak," katanya.
Ia melihat aparat kewilayahan di Sarijadi responsif dalam menangani masalah tersebut. Rita menambahkan, kondisi siswa yang saat ini sudah belajar di rumah sejak pandemi dimulai turut mempengaruhi terhadap peristiwa tersebut.
"Tentu sedikit banyaknya ada dampak itu," katanya.
Aksi perundungan melibatkan siswa SMP dengan siswi SD di Sarijadi Kota Bandung terjadi dipicu oleh kesalahpahaman. Siswa SD tersebut mengirim stiker kepalan tangan yang dianggap siswa SMP sebagai bentuk tantangan.