REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Dua pelaku penebangan pohon ilegal di Hutan Lindung Sendiki, Kecamatan Sumbermajing Wetan, Kabupaten Malang akhirnya menyerahkan diri ke tim Gakkum wilayah Jabalnusra, Ahad (17/10). Para pelaku sebelumnya masuk sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) Gakkum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selama satu tahun.
Adapun dua orang yang menyerahkan diri antara lain pelaku berinisial S dan DBS. Keduanya merupakan warga Desa Tambakasri, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Mereka terbukti telah melakukan penebangan liar di hutan lindung Kabupaten Malang.
Ketua Pembina ProFauna Indonesia, Rosek Nursahid menyatakan, kasus ini bermula saat pihaknya memergoki lima orang yang mengangkut kayu ilegal jenis wadang di Hutan Lindung Sendiki, Kabupaten Malang, 9 Juni 2020. Satu pelaku berhasil diamankan sedangkan empat lainnya kabur. "Yang satu orang diamankan sebelumnya ini sudah disidang, yang dua orang ini semalam menyerahkan diri," kata Rosek saat dihubungi wartawan, Senin (18/10).
Rosek menilai, penyerahan diri kedua pelaku ini dapat tercapai berkat kegiatan pendampingan ProFauna ke kelompok petani dan tokoh desa setempat. Saat ini pihaknya tengah mendampingi masyarakat setempat untuk beralih dari menanam pisang ke buah-buahan.
Menurut Rosek, Profauna sudah mengingatkan masyarakat yang mengenal dan mengetahui keberadaan pelaku. Jika masyarakat mengetahuinya, mereka diminta untuk membujuk pelaku supaya menyerahkan diri. Apabila masyarakat tidak berhasil meminta pelaku menyerahkan diri, maka Profauna tidak akan lagi memberikan pendampingan.
Rosek menduga ada pihak yang melindungi pelaku dari aktivitas penebangan liarnya. Berdasarkan pengakuan tersangka yang sudah disidang Y (inisial), dia dan pelaku lain mendapatkan perintah untuk mengangkut kayu di hutan lindung. Perintah tersebut diduga dari salah satu pelaku yang baru saja menyerahkan diri.
Manajer Lapangan Profauna Indonesia, Erik Yanuar menilai, kasus illegal logging kali ini penuh dengan kejanggalan. Hal ini terlihat dengan menghilangnya barang bukti balok kayu di Rumah Dinas Perhutani RPH Sumbersekar. Kemudian adanya penukaran sepeda motor pengangkut kayu yang dititipkan di tempat yang sama.
Erik menilai, mustahil para penebang kayu hutan tersebut bisa berdiri sendiri dalam melakukan aksinya. Ia yakin ada mafia dibalik ini semua atau minimal penampung kayunya. "Apalagi penebangan pohon rimba di Sendiki ini sudah dalam skala besar,” kata dia menambahkan.
Dengan adanya dua orang DPO yang menyerahkan diri tersebut, ProFauna berharap kasus di Hutan Lindung Sendiki bisa terungkap tuntas. Hal ini berarti masih ada dua dua pelaku lainnya yang masuk sebagai DPO. Sementara satu pelaku lainnya sudah menjalankan sidang pada 17 Desember lalu dengan vonis satu tahun enam bulan penjara.