REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kehidupan Nabi Muhammad seharusnya tenteram dan damai, karena memiliki tujuh orang anak. Tiga laki-laki dan empat perempuan, (Qasim, Abdullah, Ibrahim, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kulsum dan Fatimah)
"Dalam usia demikian itu harusnya tenteram adanya. Kalau tidak karena kehilangan kedua anaknya itu tentu itulah hidup yang sungguh nikmat dirasakan bersama Khadijah, yang setia dan penuh kasih, hidup sebagai ayah-bunda yang bahagia dan rela," tulis Husen Haekal dalam bukunya Sejarah Muhammad.
Atas kematian Qasim dan Ibrahim Muhammad membiarkan dirinya berjalan sesuai dengan suasana hatinya untuk bertafakur. Keadaannya ia, bawa untuk berpikir dan merenung, dengan mendengarkan percakapan masyarakatnya tentang berhala-berhala.
"Serta apa pula yang dikatakan orang-orang Nasrani dan Yahudi tentang diri mereka itu. Ia berpikir dan merenungkan. Di kalangan masyarakatnya dialah orang yang paling banyak berpikir dan merenung," katanya.
Jiwa yang kuat dan berbakat ini, jiwa yang sudah mempunyai persiapan kelak akan menyampaikan risalah Tuhan kepada umat manusia, serta mengantarkannya kepada kehidupan rohani yang hakiki. Jiwa demikian tidak mungkin berdiam diri saja melihat manusia yang sudah hanyut ke dalam lembah kesesatan.
"Sudah seharusnya ia mencari petunjuk dalam alam semesta ini, sehingga Tuhan nanti menentukannya sebagai orang yang akan menerima risalahNya," katanya.
Begitu besar dan kuatnya kecenderungan rohani yang ada padanya, ia tidak ingin menjadikan dirinya sebangsa dukun atau ingin menempatkan diri sebagai ahli pikir seperti yang dilakukan oleh Waraqa b. Naufal dan sebangsanya. Yang dicarinya hanyalah kebenaran semata.
"Pikirannya penuh untuk itu, banyak sekali ia bermenung," katanya.
Pikiran dan renungan yang berkecamuk dalam hatinya itu sedikit sekali dinyatakan kepada orang lain. Sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab masa itu bahwa golongan berpikir mereka selama beberapa waktu tiap tahun.
"Tujuannya menjauhkan diri dari keramaian orang, berkhalwat dan mendekatkan diri kepada tuhan-tuhan mereka dengan bertapa dan berdoa, mengharapkan diberi rejeki dan pengetahuan.Pengasingan ini untuk beribadat semacam ini mereka namakan tahannuf dan tahannuth," katanya.
Di tempat ini rupanya Muhammad mendapat tempat yang paling baik guna mendalami pikiran dan renungan yang berkecamuk dalam dirinya. Juga di tempat ini ia mendapatkan ketenangan dalam dinnya serta obat penawar hasrat hati yang ingin menyendiri, ingin mencari jalan memenuhi kerinduannya yang selalu makin besar, ingin mencapai ma’rifat serta mengetahui rahasia alam semesta.