Selasa 26 Oct 2021 18:42 WIB

Pengadilan Seoul Denda Pemimpin Samsung

Denda tersebut dijatuhkan atas penggunaan ilegal zat yang dikendalikan negara

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Wakil Direktur Samsung Electronics Lee Jay-yong (tengah) terjerat kasus penggunaan ilegal zat yang dikendalikan negara.
Foto: AP Photo/Lee Jin-ma
Wakil Direktur Samsung Electronics Lee Jay-yong (tengah) terjerat kasus penggunaan ilegal zat yang dikendalikan negara.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pengadilan Seoul mendenda Wakil Ketua Dewan Samsung Electronics Co Ltd. Jay Y. Lee sebesar 70 juta won atau 59.461 dolar AS. Kantor berita Yonhap melaporkan denda tersebut dijatuhkan atas penggunaan ilegal zat yang dikendalikan negara.

Pada Selasa (26/10) Yonhap melaporkan Pengadilan Distrik Pusat Seoul mendenda Lee karena menggunakan propofol beberapa kali antara tahun 2015 hingga 2020. Propofol merupakan obat penenang yang digunakan dalam anestesi.

Baca Juga

Gugatan hukum terus menghantui eksekutif perusahaan multinasional itu meski ia bebas dengan jaminan dalam kasus penyuapan Agustus lalu. Setelah Lee bebas, ekspektasi pengamat pasar pada keputusan putra mahkota Samsung Electronics Co Ltd dan orang-orang dekatnya mengenai berbagai hal meningkat.

Banyak keputusan yang masih buram termasuk pembangunan pabrik cip senilai 17 miliar dolar AS yang rencananya dibangun di Amerika Serikat (AS). Akan tetapi kini Lee harus kembali fokus pada masalah hukumnya.

Ia menjalani sidang pertamanya di Pengadilan Distrik Pusat Seoul, Selasa (12/10) lalu. Lee diduga menerima obat penenang untuk anestesi, propofol, di sebuah klinik di Seoul. Zat itu ilegal digunakan di luar medis. 

Berdasarkan undang-undang Korea Selatan, penerima zat yang penggunaan dan kepemilikannya dikendalikan negara dapat didakwa bersama orang yang memberikan zat tersebut dengan cara yang ilegal. Pengacara Lee mengatakan kliennya menggunakan obat itu untuk pengobatan di rumah sakit dan tidak melanggar hukum.

Staf klinik yang didakwa secara terpisah juga membantah melanggar hukum. Jaksa sudah mengajukan gugatan pada tahun 2020. Namun pada Maret 2021 lalu panel independen yang meninjau ulang gugatan tersebut menyarankan gugat itu dicabut.

Jaksa terus menuntut denda maksimum sementara pada Juni silam polisi mengajukan laporan lain mengenai penggunaan obat penenang. Hukuman maksimal atas kejahatan tersebut lima tahun penjara atau denda maksimal 50 juta won.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement