REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban meminta Amerika Serikat (AS) dan negara-negara lain untuk mengakui pemerintah mereka di Afghanistan, Sabtu (30/10). Juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid mengatakan kegagalan untuk melakukannya dan pembekuan dana Afghanistan yang terus berlanjut di luar negeri akan menimbulkan masalah tidak hanya bagi negara tetapi untuk dunia.
"Pesan kami kepada Amerika adalah, jika tidak diakui terus, masalah Afghanistan berlanjut, itu adalah masalah kawasan dan bisa berubah menjadi masalah bagi dunia," kata Mujahid.
Mujahid mengatakan alasan Taliban dan AS berperang terakhir kali juga karena keduanya tidak memiliki hubungan diplomatik formal. "Isu-isu yang menyebabkan perang itu, bisa diselesaikan melalui negosiasi, bisa juga diselesaikan melalui kompromi politik," kata Mujahid.
AS menginvasi Afghanistan pada 2001 setelah serangan 11 September 2001. Ketika itu pemerintah Taliban menolak untuk menyerahkan pemimpin Alqaeda Osama bin Laden.
Mujahid menegaskan pengakuan adalah hak rakyat Afghanistan. Meskipun tidak ada negara yang mengakui pemerintahan Taliban, para pejabat senior dari sejumlah negara telah bertemu dengan para pemimpin gerakan itu baik di Kabul maupun di luar negeri.
Kunjungan terakhir dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Turkmenistan Rasit Meredow yang berada di Kabul pada Sabtu. Kedua belah pihak membahas implementasi cepat dari pipa gas Turkmenistan-Afghanistan-Pakistan-India (TAPI).
Menteri Luar Negeri China Wang Yi bertemu dengan pejabat Taliban di Qatar awal pekan ini. Mujahid mengatakan Beijing telah berjanji untuk membiayai infrastruktur transportasi dan memberikan akses ekspor Kabul ke pasar Beijing melalui negara tetangga Islamabad.
Mujahid juga berbicara panjang lebar tentang masalah yang dihadapi penyeberangan perbatasan, terutama dengan Pakistan. Penyeberangan sangat penting untuk Afghanistan yang terkurung daratan. Dia mengatakan pembicaraan serius tentang masalah itu diadakan ketika menteri luar negeri Pakistan melakukan perjalanan ke Kabul pekan lalu.