Senin 01 Nov 2021 19:53 WIB

Canon dan Sanksi untuk Para Penyiksa Hewan

Sanksi terhadap pelaku penyiksaan hewan di Indonesia masih sangat ringan.

Relawan komunitas pecinta hewan melakukan aksi diam dengan topeng anjing di Solo, Jawa Tengah, Rabu (27/10/2021). Aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas dan peryataan sikap keprihatinan atas dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum Satpol PP terhadap seekor anjing bernama Canon di Pulau Banyak, Aceh.
Foto: ANTARA/Mohammad Ayudha
Relawan komunitas pecinta hewan melakukan aksi diam dengan topeng anjing di Solo, Jawa Tengah, Rabu (27/10/2021). Aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas dan peryataan sikap keprihatinan atas dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum Satpol PP terhadap seekor anjing bernama Canon di Pulau Banyak, Aceh.

Oleh : Esthi Maharani, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Beberapa hari yang lalu, beredar video yang memperlihatkan anggota Satpol PP Aceh diduga tengah menyiksa anjing di Kabupaten Aceh Singkil, Pulau Banyak. Dalam video itu terlihat segerombolan petugas Satpol PP menghalau seekor anjing bernama Canon menggunakan kayu. Video yang menjadi viral ini diunggah oleh Organisasi Nirlaba Natha Satwa Nusantara dalam akun Instagramnya.

Pihak Natha Satwa Nusantara meminta agar otoritas setempat menerapkan tata cara yang berkemanusiaan dan tidak melanggar Undang-Undang (UU) dalam penangkapan hewan.

“Kami dan segenap masyarakat mendesak @polres_acehsingkil untuk memproses kasus ini. UU Nomor 41 Tahun 2014, Pasal 91 A dan 91 B, dan 302 KUHP dengan terang menjelaskan bahwa Indonesia melarang masyarakatnya untuk menyiksa hewan. Kasus penyiksaan hewan bukanlah delik aduan melainkan delik biasa, dengan kata lain, meskipun tidak ada yang melaporkan, aparat wajib memproses kasus ini. Semoga ada tanggapan baik dari pihak-pihak yang bersangkutan,” kata @nathasatwanusantara.

Pelaku penganiayaan hewan sebenarnya dapat dijerat sanksi dan denda sesuai dengan regulasi yang sudah ada. Di Indonesia, regulasi itu antara lain Pasal 302 KUHP, Pasal 66 UU 41/2014 tentang perubahan atas UU 18/2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan, dan PP 95/2012 tentang kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan.

Bentuk penganiayaan hewan sesuai Pasal 302 dan 406 KUHP antara lain penganiayaan ringan seperti menyakiti/melukai/merugikan kesehatan tanpa tujuan yang patut hingga sengaja tidak memberi makan;  mengakibatkan hewan sakit lebih dari seminggu; menyebabkan luka berat; dan menyebabkan cacat/kematian. Sedangkan sanksi yakni penjara paling lama 9 bulan sampai 2 tahun dan delapan bulan. Sementara dendanya Rp 300 hingga Rp 4.500.

Namun, apabila disertai dengan pencurian, maka jeratan utama bagi pelaku menggunakan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP. Ancaman hukuman paling lama tujuh tahun penjara. Pasal pencurian inilah yang menjadi pertimbangan hakim untuk menjatuhkan hukuman penjara bagi pelaku.

Jika melihat pada aturan tersebut, Indonesia tampaknya masih punya banyak pekerjaan rumah yang harus dipikirkan terkait kesejahteraan hewan. Terlebih lagi penyiksaan hewan masih belum dianggap sebagai hal yang serius dan vonis yang dijatuhkan pada para pelaku pun masih terbilang ringan. Misalnya saja, Pengadilan Negeri Bali yang memberikan vonis 4 bulan penjara dengan masa percobaan 6 bulan kepada terdakwa penganiaya anjing hingga mati pada awal 2020. Ada pula Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang memvonis 6 bulan percobaan pada terdakwa penganiaya enam ekor anjing yang lima di antaranya mati menggunakan cairan soda api di 2020.

Di beberapa negara, sanksi dan denda untuk penyiksa hewan sudah diterapkan lebih berat daripada aturan sebelumnya. Misalnya saja di Yunani yang memutuskan hukuman pidana baru bagi penyiksaan hewan yaitu maksimal 10 tahun penjara. Orang yang memperlakukan hewan dengan buruk juga akan dikenakan denda mulai dari 5 ribu euro sampai 15 ribu euro (Rp80-250 juta). Sementara di Arab Saudi juga telah mengeluarkan sanksi dan denda sebesar Rp 188 juta kepada pelanggar kesejahteraan hewan. Pelanggaran ini seperti menyediakan tempat yang cocok untuk hewan, malnutrisi dan tidak memberi mereka makanan yang cukup, menampilkan dan menjual hewan sakit dan bayi hewan hingga penyiksaan hewan.

Menyiksa hewan pun tidak dibenarkan dalam agama. Ajaran Islam tidak mengenal penyiksaan kepada hewan, termasuk untuk anjing. Umat Muslim diajarkan untuk mengasihi semua makhluk dan penyiksaan terhadap hewan apapun adalah pelanggaran terhadap aturan Allah SWT dan Rasul-Nya.

Islam mengajarkan agar kita ini berperilaku baik termasuk kepada semua binatang. Innnallah kataba al-ihsana ala kuli syai’, sesungguhnya Allah mewajibkan al-ihsan atau  berperilaku baik terhadap segala sesuatu.

Ada banyak contoh yang menjadi bukti bahwa Islam mengajarkan untuk berperilaku baik kepada binatang apapun. Misalnya ketika memotong hewan kurban, tidak boleh memotong dengan pisau tumpul yang akan menyiksanya, hingga kisah seorang Muslim yang dianjurkan untuk memberi air untuk seekor anjing yang kehausan, ketimbang dipakai untuk berwudhu.

Dikisahkan, di sebuah sumur, hanya ada anjing dan seorang wanita pelacur itu. Mereka saling kehausan. Namun, air yang tersisa hanya cukup diminum salah satu dari mereka. Akhirnya, wanita itu memberikan air kepada anjing.

عن أبي هريرة - رضي الله عنه -، قال النبي - صلى الله عليه وسلم  غُفِر لامرأةٍ مومِسَةٍ مرت بكلب على رأس رَكيٍّ كاد يقتله العطش، فنزعت خفها فأوثقته بخمارها، فنزعت له من الماء فَغُفِر لها بذلك

Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Telah diampuni seorang wanita pezina yang lewat depan anjing yang menjulurkan lidahnya pada sebuah sumur. Dia berkata ‘Anjing ini hampir mati kehausan.’ Lalu dilepaslah sepatunya kemudian diikatnya dengan kerudungnya lalu diberinya minum. Maka diampuni wanita itu karena memberi minum.” (HR Bukhari).

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement