REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Masih dalam rangkaian Rakornas (Rapat Koordinasi Nasional) Aptikom (Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komputer Indonesia) 2021, di hari ke-4 ini, Aptikom menyajikan kegiatan “Profesor Talk” Kamis (4/11).
Kegiatan yang berlangsung secara luring di Aula Universitas Nusa Mandiri (UNM) ini juga turut dihadiri oleh sekretaris jenderal Aptikom Prof. Dr. rer. nat. Achmad Benny Mutiara, rektor Universitas Nusa Mandiri (UNM) Dr. Dwiza Riana, dekan Fakultas Teknologi Informasi Anton dan ketua prodi Sains Data Tati Mardiana.
Selain itu, Profesor Talk yang dipandu oleh Prof Eri Prasetyo Wibowo, diikuti oleh ratusan pengurus Aptikom se-Indonesia melalui youtube channel Aptikom TV. Hadir sebagai narasumber kedua, Prof. Dr. Suryono selaku ketua prodi Doktor Sistem Informasi Universitas Diponegoro menyampaikan materi mengenai perkembangan transformasi digital yang membahas mengenai Internet of Thing (IoT). Menurutnya, IoT merupakan konsep transfer data sensor dan actuator, melalui jaringan nirkabel dan terkoneksi ke jaringan internet.
“Hal tersebut bertujuan untuk melakukan suatu proses tanpa melibatkan peran dominan manusia,” ujar Prof Suryono, Kamis (4/11).
Sebagai profesor pertama di bidang Teknologi Informasi di Universitas Diponegoro, Suryono memaparkan roadmap penelitiannya, dimulai sejak 2012 dengan meneliti pengembangan teknologi sensor, lanjut di tahun 2017 pengembangan wireless sensor system hingga pengembangan instrumentasi berbasis IoT.
“Kemudian di tahun 2021, saya melakukan implementasi sistem instrumentasi ke teknologi revolusi industri 4.0,” katanya.
Ia menjelaskan, dalam IoT dan potensi produksi big data, saling berkesinambungan antara organization, people, devices dan things. “Salah satu fokus dan bagian terdepan dari teknologi di era revolusi industri 4.0 yaitu Internet of Things (IoT),” pungkasnya.
Di tahun 2017, ia melakukan pengembangan produk system on chip (SoC) WiFI-Microcontroller (Open Source) untuk menghubungkan berbagai sensor ke komputer melalui jaringan nirkabel. “Fokus riset nasional ini sebanyak 10 fokus riset diantaranya pangan pada pertanian, energi pada energi baru, kesehatan pada obat, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, pertahanan dan keamanan, material maju, kemaritiman, kebencanaan, dan sosial humaniora pada seni budaya dan pendidikan,” bebernya.
Kemudian, Suryono juga melakukan penerapan sensor gas untuk instrumentasi dan kontrol eksplorasi coalbed methane (cbm) di kabupaten Tanjung Tabalong, Kalimantan Selatan. Penelitian ini merupakan kerja sama kampus dengan lemigas, Pertamina Hulu Energi (PHE).
“Penerapan WSS (Wireless Sensor System) multistation menggunakan jaringan lokal. WSS untuk pongontrolan dan monitoring pada produksi cbm pada PHE, Tanjung Tabalong, Kalimantan Selatan,” tukasnya.
Sedangkan, WSS untuk monitoring parameter kimia-fisika di lingkungan budidaya perikanan pada Balai Perikanan Budidaya, Setoko, Batam. “Dalam membangun sitem WSS multistasion menggunakan jaringan lokal, memiliki beberapa keuntungan, seperti tanpa biaya internet, survive daerah bebas sinyal, kecepatan tinggi, dan biaya murah,” pungkasnya.
Lanjutnya, pada pengembangan konsep instrumentasi fog-cloud networking, sebagai konsep jaringan lokal untuk mengurangi beban komputasi pada jaringan internet (web) dan dapat mengantipasi instrumen berbasis web tanpa sinyal internet. “Dengan menggunakan konsep baru yaitu mobile measurement yaitu sebagai sistem intrumentasi pengukuran bergerak bekerja secara online dan realtime pada suatu kawasan,” terangnya.
Suryono menambahkan, data pengukuran dan posisi dikirim ke web server melalui jaringan internet dan datanya dapat ditampilkan di Google Map pada titik-titik pengukuran.