REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) menyetujui campuran dosis tambahan (booster) dari vaksin Covid-19. Hal itu berarti setiap orang dapat menggunakan booster vaksin Covid-19 dengan merek berbeda dari yang digunakan pada dua dosis awal.
Analoginya seperti jika seseorang telah menerima dua dosis vaksin Moderna dan memenuhi syarat untuk mendapatkan suntikan booster, maka dia dapat memilih antara Moderna, Pfizer, atau Johnson & Johnson.
"Analogi yang selalu saya katakan kepada orang-orang adalah, jika tinggal di New York dan ingin pergi ke DC, Anda dapat naik pesawat, kereta api, atau mobil dan tetap mendapatkan hasil akhirnya. Itu masih hasil yang sama. Anda hanya melakukannya melalui cara yang berbeda," kata Panagis Galiatsatos, MD, MHS, asisten profesor kedokteran di Johns Hopkins, dilansir dari wellandgood, Sabtu (6/11).
Menurutnya, vaksin memberikan antibodi terhadap tubuh kendati melalui teknologi berbeda. Sebuah penelitian baru mendukung metode ini. Begitu juga para ahli mengatakan pendekatan campuran adalah aman dan efektif.
Panduan CDC terbaru, menjelaskan pencampuran dan pencocokan merupakan pendekatan yang baik. Panduan CDC baru-baru ini memperluas kelayakan untuk suntikan booster Covid-19. Untuk individu yang menerima vaksin Pfizer-BioNTech atau Moderna, terdapat kelompok tertentu yang memenuhi syarat mendapatkan suntikan booster enam bulan atau lebih setelah dosis pertama.
Kategori itu antara lain, berusia 65 tahun ke atas, usia 18 plus yang tinggal dalam pengaturan perawatan jangka panjang. Selain itu, mereka yang berusia 18 plus tahun dan memiliki kondisi medis yang mendasarinya. Mereka yang berusia 18 tahun ke atas yang bekerja atau tinggal di lingkungan berisiko tinggi seperti sekolah atau tempat perawatan kesehatan.
Menurut panduan, individu yang memenuhi syarat dapat memilih merek vaksin apa saja untuk dosis booster. Ada orang yang tetap ingin mendapatkan booster yang sama dengan dua dosis sebelumnya. Begitu juga sebaliknya, orang mengharapkan jenis berbeda.
“Rekomendasi ini adalah contoh lain dari komitmen mendasar kami untuk melindungi sebanyak mungkin orang dari Covid-19," kata direktur CDC Rochelle P Walensky, MD, MPH, dalam sebuah pernyataan.
Ketiga vaksin Covid-19 yang disahkan di Amerika Serikat telah dijamin keamanannya. Kesemuanya dianggap sangat efektif dalam mengurangi risiko penyakit parah, rawat inap, dan kematian. Bahkan di tengah-tengah varian Delta yang semakin meluas.
Para ahli mengatakan kemungkinan seseorang yang menerima booster akan mengalami efek samping, seperti rasa sakit di area suntikan, kelelahan, sakit kepala, mirip dengan dosis awal. Pada bulan Oktober, sebuah panel ahli menyarankan CDC untuk memberikan suara bulat guna menyetujui booster untuk kelompok tertentu dan membuka peluang untuk pencampuran dan pencocokan.
"Diskusinya sepenuhnya positif, tidak ada penolakan dari CDC, dan anggota komite pemungutan suara sangat antusias untuk mencampur dan mencocokkan," kata William Schaffner, MD, spesialis penyakit menular di Vanderbilt University.
Keputusan itu diinformasikan, oleh studi yang didanai NIH dan baru saja dirilis, namun belum ditinjau sejawat. Itu menunjukkan pencampuran dan pencocokan penguat vaksin aman dan efektif di antara 458 peserta yang terdaftar. Peneliti memeriksa tiga kelompok, antara lain, individu yang menerima vaksin Johnson & Johnson, Moderna, dan kelompok penerima vaksin Pfizer.
“Mereka mengalami peningkatan respons antibodi, dengan booster apa pun yang diterima,” kata Westyn Branch-Elliman, spesialis penyakit menular di Beth Israel Deaconess Medical Center.
Spesialis klinis di VA Boston Healthcare System itu juga menambahkan bahwa secara keseluruhan, peserta mengalami peningkatan titer antibodi. Perubahan terbesar terlihat pada orang yang mendapatkan booster Johnson & Johnson diikuti oleh Moderna.