Rabu 10 Nov 2021 11:12 WIB

Dewan Prihatin Kasus Kekerasan Anak di Lebak Meningkat

Kekerasan anak dan perempuan di Lebak pada Januari-September 2021 ada 55 kasus.

Rep: Antara/ Red: Erik Purnama Putra
Aktivis dari Kesetaraan Perjuangan Rakyat menggelar aksi menolak kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan (ilustrasi).
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Aktivis dari Kesetaraan Perjuangan Rakyat menggelar aksi menolak kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Anggota DPRD Kabupaten Lebak, Musa Weliansyah merasa prihatin kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, terus meningkat. Sehingga hal itu perlu penanganan serius dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak untuk memutus mata rantai kekerasan.

"Kami menerima laporan dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lebak sejak empat bulan jumlah kekerasan anak mencapai 21 kasus, padahal sebelumnya hanya di bawah 10 kasus, " kata Musa di Kabupaten Lebak, Rabu (10/11).

Meningkatnya kasus kekerasan yang dialami anak-anak, sambung dia, perlu ditangani komprehensif dan menyeluruh, serta berkelanjutan. Tujuannya agar ke depan tidak ada lagi kasus serupa. Pemkab Lebak, menurut Musa, harus berupaya dan berusaha semaksimal mungkin untuk memperhatikan kasus kekerasan anak dan perempuan.

"Ini persoalan serius yang harus menjadi perhatian Bupati Lebak dan jangan sampai kasus kekerasan anak itu meningkat," kata politikus PPP tersebut.

Menurut dia, sebagian besar kasus kekerasan anak dan perempuan menjadi korban pencabulan seksual dan fisik. Meski begitu, pihaknya mengapresiasi Unit PPA Polres Lebak yang telah bekerja maksimal dalam menangani perkara tersebut dari mulai penyelidikan hingga proses persidangan di Pengadilan Negeri Lebak.

Dengan demikian, pihaknya mendorong RAPBD Lebak 2022 dapat dialokasikan anggaran hibah untuk Unit PPA Polres Lebak. Pengalokasian dana hibah perlu dilakukan sebagai bentuk upaya pemerintah mendukung penanganan kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur.

"Saya kira kasus kekerasan anak dan KDRT dinilai lebih tepat untuk memberikan bantuan hibah pada polres dibandingkan organisasi yang bergerak di bidang perlindungan perempuan dan anak lainnya," kata Musa.

Dia menuturkan, kasus yang melibatkan anak di bawah umur memerlukan penanganan khusus, termasuk perlindungan terhadap para korban dan keluarganya. Sehingga, Pemkab Lebak harus ada bersama dengan para korban. Selama ini, sambung, mereka para korban mengalami kesulitan di saat menjalani proses hukum walau sebagai pelapor.

Pasalnya, kasus tersebut harus ke polres, kejaksaan dan pengadilan tentu mengeluarkan biaya transportasi cukup besar jika pelapor dari Kecamatan Wanasalam dan Malingping. "Kami berharap mereka para korban juga mendapat pendampingan agar tidak banyak mengeluarkan biaya untuk kemudahan proses kasus itu," ujar Musa.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Lebak, Dedi Lukman Indepur mengatakan, kasus kekerasan anak dan perempuan sejak Januari-September 2021 tercatat ada 55 korban. Angka itu meningkat dibandingkan periode yang sama pada 2020, yaitu 45 kasus.

Mereka para korban kejahatan pelecehan seksual adalah pelajar, warga, dan santri. Sedangkan pelakunya adalah orang dekat, di antaranya ayah tiri, paman, guru, ustaz, hingga saudara sepupu. Untuk menekan kekerasan terhadap anak, Pemkab Lebak menyosialisasikan Lembaga Peduli Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (LPATBM).

"Kami berharap semua desa di 340 desa memiliki LPATBM guna meminimalisasi kekerasan terhadap anak dan perempuan," kata Dedi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement