Rabu 10 Nov 2021 20:16 WIB

Harga Tinggi, Pemerintah Diminta Tetapkan HET Minyak Goreng

HET minyak goreng pada Permendag 7/2020 sudah tak sesuai dengan keadaan di lapangan.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Friska Yolandha
Penjual minyak goreng di Pasar Besar Kota Malang, Rabu (10/11).
Foto: Republika/Wilda Fizriyani
Penjual minyak goreng di Pasar Besar Kota Malang, Rabu (10/11).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemerintah pusat diminta menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng secepat mungkin. Pasalnya, harga komoditas ini sudah melambung tinggi di berbagai daerah selama satu bulan terakhir.

Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskopindag) Kota Malang, M Sailendra menegaskan, pengendalian dan penentuan HET merupakan kewenangan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Sebab itu, dia mendorong pemerintah pusat melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur untuk menetapkan HET minyak goreng. 

"Karena itu kewenangan pusat," kata Sailendra kepada wartawan di Kota Malang, Rabu (10/11).

Di sisi lain, Sailendra tak menampik harga minyak goreng di Kota Malang  mengalami kenaikan selama satu bulan terakhir. Informasi ini sudah dikonfirmasi kebenarannya melalui pemantauan petugas dari dinasnya. Petugas tersebut bertugas untuk mengawasi harga bahan-bahan pokok di pasar.

Diskopindag Kota Malang mengklaim telah berkoordinasi mengenai kenaikan harga minyak goreng kepada pemerintah provinsi. Namun langkah-langkah tersebut hanya bisa dituntaskan oleh pemerintah pusat. 

"Pada saat tertentu, akan dilakukan langkah intervensi baik melalui kebijakan atau operasi pasar," kata dia menambahkan.

Untuk diketahui, pemerintah sudah memiliki Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 7 Tahun 2020 tentang Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng. Pada aturan tersebut, HET minyak goreng kemasan sederhana diatur Rp 11 ribu per liter. Namun saat ini, harga minyak goreng di Kota Malang melonjak hingga Rp 19 ribu per liter.

Akibat tingginya harga tersebut, pedagang berupaya memutar otak agar tetap dapat menjalankan usahanya. Penjual keripik tempe di Kota Malang misalnya harus mengurangi ukuran kemasan produknya.

"Harganya tetap akan tetapi size// kami turunkan sedikit, untuk istilahnya bisa menutupi di ongkos produksi lain," ucap Pemilik Usaha Keripik Tempe Rohani Trio, Andi Cahyono kepada wartawan di Kota Malang, Rabu.

Kenaikan harga minyak goreng diakuinya cukup memberatkan. Bahkan, dia meyakini, kondisi ini juga pasti ikut dirasakan pedagang jenis lainnya yang memanfaatkan minyak goreng dalam olahannya. Pasalnya, minyak goreng sudah menjadi bahan pokok untuk sebagian besar makanan.

Meskipun harga minyak goreng naik, Andi memastikan, tingkat penjualan keripik masih berjalan normal. Bahkan, omzet penjualan mengalami peningkatan mengingat Kota Malang sudah turun level PPKM. Penurunan level menyebabkan banyak wisatawan mengunjungi Kota Malang maupun Kota Batu lalu membeli oleh-oleh keripik tempe.

"Jadi kami tidak apa-apa untung sedikit, yang penting banyak (yang beli) sehingga kami tetap produksi. Yang kedua, kita tidak ingin melewatkan momen-momen dari penurunan level. Dari penurunan level ini, banyak orang tetap akhirnya berwisata, baik ke Malang atau ke batu. Jadi momen ini tetap kita manfaatkan walaupun ada harga bahan pokok naik," kata dia menambahkan.

Selanjutnya, Andi berharap, pemerintah bisa segera mengendalikan harga minyak goreng. Pasalnya, penjualan keripik tempe saat ini sudah berjalan normal secara perlahan-lahan. Penurunan harga minyak goreng tentu akan membantu memudahkan produksi keripik tempe ke depannya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement