Senin 15 Nov 2021 00:05 WIB

UMP Naik 1,09 Persen, Pengusaha: Buruh Seyogianya Menerima  

Angka kenaikan UMP sudah memakai formula yang telah diatur dalam Pp 36/ 2021.

Rep: Eva Rianti/ Red: Agus Yulianto
Pengunjuk rasa membentangkan poster di kawasan Patung Kuda, jakarta, Rabu (10/11/2021). Aksi dari berbagai elemen buruh ini menuntut kenaikan upah sebesar 7-10 persen dan pencabutan omnibus law dan PKB tanpa omnibus law.
Foto: ANTARA FOTO/Paramayuda
Pengunjuk rasa membentangkan poster di kawasan Patung Kuda, jakarta, Rabu (10/11/2021). Aksi dari berbagai elemen buruh ini menuntut kenaikan upah sebesar 7-10 persen dan pencabutan omnibus law dan PKB tanpa omnibus law.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Angka upah minimum pada 2022 dikabarkan akan naik sebesar 1,09 persen, berdasarkan informasi dari Dewan Pengupahan Nasional (Depenas). Pihak pengusaha mengatakan, angka upah minimum tersebut memiliki dasar yang jelas terkait pertumbuhan ekonomi dan inflasi saat ini, sehingga pihak buruh atau pekerja diharapkan dapat menerimanya. 

"Angka yang dikeluarkan Depenas sebesar 1,09 persen tentu sudah memakai formula yang telah diatur dalam Pp 36/ 2021 dengan data dan angka resmi dari BPS (Badan Pusat Statistik)," ujar Ketua Umum Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) DKI Jakarta Sarman Simanjorang saat dihubungi, Ahad (14/11). 

Dia menyebut, dengan angka tersebut diharapkan para buruh atau pekerja dapat memaklumi dan memahami kondisi ekonomi yang saat ini masih terbilang belum stabil lantaran pukulan pandemi Covid-19. "Teman-teman buruh harus melihat fakta di lapangan kondisi ekonomi kita saat ini, semua terang benderang, data, dan angka dari BPS nyata sesuai fakta di lapangan. Tidak ada yang ditutupi. Teman-teman serikat pekerja seyogyanya dapat menerima angka tersebut," tuturnya. 

Lebih lanjut, dia meminta, agar serikat buruh tidak melakukan perlawanan terhadap penetapan angka upah minimum dari Depenas. Sebab, yang bakal dirugikan adalah munculnya ketidakkondusifan iklim perekonomian. 

"Jika melakukan perlawanan akan membuat iklim usaha dan investasi kita tidak kondusif, ini merugikan kita semua," ucapnya. 

Di samping itu, Sarman mengatakan, pihak Depenas juga harus dapat menjelaskan secara detail angka 1,09 persen tersebut agar rekan-rekan serikat buruh atau pekerja dapat memahami secara utuh dan komprehenaif. Hal itu, selanjutnya dapat disosialisasikan kepada seluruh anggota untuk dapat diterima. 

Sebagai gambaran sekaligus alasan logis, Sarman menjelaskan, bahwa kondisi pertumbuhan ekonomi Jakarta saat ini berada di bawah rata-rata pertumbuhan Nasional. BPS DKI Jakarta telah merilis pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta triwulan III-2021 sebesar 2,43 persen, di bawah pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 3,51 persen pada kuartal yang sama. 

"Selama ini, pertumbuhan ekonomi Jakarta selalu di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, pada kuartal III-2021 kali ini, terjadi sesuatu yang tidak lazim dimana pertumbuhan ekonomi Jakarta di bawah pertumbuhan ekonomi nasional," katanya. 

Terakhir, lanjutnya, pada pertumbuhan ekonomi kuartal II-2021 pertumbuhan ekonomi Jakarta masih di atas rata rata pertumbunan ekonomi nasional sebesar 10,91 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 7,07 persen. Ekonomi Jakarta dinilai masih menjadi penopang  pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II-2021.

"Kondisi ini mengambarkan bahwa ekonomi Jakarta sangat terpuruk akibat pandemi Covid-19. Sebagai kota jasa, kebijakan PPKM sangat memengaruhi berbagai aktivitas perekonomian di DKI Jakarta. Pemberlakuan PPKM darurat, kemudian PPKM level 1 sampai dengan 4 yang membatasi berbagai aktivitas sektor usaha di DKI Jakarta membuat pertumbuhan ekonomi Jakarta melambat," ujarnya. 

Dengan kondisi demikian, Sarman menambahkan, tindakan serikat buruh atau pekerja yang melakukan unjuk rasa baru-baru ini di Balai Kota yang menuntut kenaikan UMP sebesar 10 persen, merupakan hal yang kurang tepat. Dia mengatakan, data dan fakta yang dirilis BPS DKI Jakarta harus dihadapi bersama sembari berharap ke depan ekonomi Jakarta dapat membaik dan semakin tumbuh, sehingga UMP berikutnya dapat naik untuk kesejahteraan pekerja. 

"Tugas kita bersama mengawal dan menjaga agar kasus Covid-19 tidak meledak lagi, sehingga pertumbuhan ekonomi kita pada kuartal IV-2021 dan tahun 2022 tumbuh positif dan kesejahteraan pekerja otomatis juga akan semakin baik. Kita berharap agar Pemerintah DKI Jakarta dan Dewan Pengupahan dalam menetapkan UMP 2022 berpedoman pada PP No. 36 Tahun 2021," ucapnya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement