REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Selama 20 tahun terakhir, para ilmuwan telah mengembangkan berbagai obat berbasis asam nukleat sebagai pengobatan dan vaksin. Vaksin Pfizer-BioNTech dan Moderna Covid-19 adalah obat berbasis asam nukleat. Asam nukleat dalam vaksin ini tertutup dan dilindungi oleh nanopartikel lipid yang mengantarkannya melintasi membran sel inang.
Meskipun efektif, obat ini rentan terhadap degradasi selama penyimpanan. Baru-baru ini, para peneliti dari Rutgers, Universitas Negeri New Jersey di Piscataway, dan GeneOne Life Science di Seoul, Korea Selatan mengembangkan metode berdasarkan teknik bekam kuno untuk memberikan obat berbasis asam nukleat. Studi tersebut muncul di jurnal Science Advances.
Terapi bekam
Terapi bekam adalah metode pengobatan kuno dari Timur Tengah dan Cina. Ini melibatkan cangkir panas yang diletakkan di kulit untuk menciptakan tekanan negatif dan meningkatkan sirkulasi darah. Sejak 1950, dokter telah menggunakan metode ini di China dan tempat lain untuk penyakit seperti jerawat, kelumpuhan wajah, dan sesak napas.
Meskipun bukti manfaat kesehatannya kurang, penulis studi baru menyelidiki teknik serupa sebagai metode yang berpotensial untuk obat berbasis asam nukleat. Untuk menguji metode ini, para peneliti mengumpulkan dua kelompok tikus dan menyuntikkan keduanya dengan vaksin DNA di lapisan atas kulit mereka. Satu kelompok menerima bekam sedangkan kelompok lain tidak.
Para peneliti memantau aktivitas DNA dengan mikroskop fluoresensi. Mereka menemukan ekspresi gen dari vaksin dapat dideteksi pada empat jam setelah vaksinasi.
Namun, pada tikus yang juga menjalani bekam, ekspresi gen terdeteksi pada 1 jam pasca vaksinasi. Pada 24 jam pasca injeksi, para peneliti melihat ekspresi gen terdeteksi delapan kali lebih di antara tikus yang menjalani bekam daripada yang hanya menerima vaksin DNA.