Rabu 17 Nov 2021 10:38 WIB

Eropa Diperkirakan Rawan Pemadaman Listrik pada Musim Dingin

Eropa diprediksi berisiko mengalami pemadaman listrik bergilir pada musim dingin ini.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Andreas Franke/dpa/picture alliance
Andreas Franke/dpa/picture alliance

Eropa diprediksi berisiko mengalami pemadaman listrik bergilir pada musim dingin ini karena cadangan gas yang dinilai tidak mencukupi dan harga minyak yang terus melonjak. Dalam jangka panjang, harga komoditi ini diprediksi bisa naik di atas $100 (sekitar Rp1,4 juta) per barel, ujar kepala eksekutif perusahaan perdagangan komoditas Trafigura, Selasa (16/11).

Permintaan minyak, batu bara dan gas alam, serta logam seperti kobalt, nikel, dan tembaga telah melonjak seiring dibukanya kembali aktivitas ekonomi dari pembatasan COVID-19. Harga gas di Eropa mencapai rekor tertingginya tahun ini yang mendorong beberapa negara untuk merespon dengan tindakan darurat seperti pembatasan harga dan subsidi. Namun langkah itu mungkin tidak cukup, kata Jeremy Weir dari Trafigura.

"Kita tidak punya cukup gas saat ini, terus terang, kita tidak menyimpannya untuk periode musim dingin. Jadi, ada kekhawatiran nyata bahwa ada potensi kita akan menghadapi musim yang dingin dan bisa juga ada pemadaman bergilir di Eropa," Weir mengatakan.

Perusahaan gas asal Rusia, Gazprom, yang merupakan pengekspor utama ke Eropa, mulai mengisi ulang fasilitas penyimpanannya di Eropa minggu lalu, tetapi pada hari Senin (15/11) mereka membukukan kapasitas pipa yang lebih rendah untuk Desember.

Beberapa anggota parlemen Eropa menuduh Moskow membatasi pasokan gas untuk menekan Jerman agar mempercepat sertifikasi pipa Nord Stream 2. Rusia membantahnya.

Harga gas alam yang lebih tinggi telah mendorong permintaan minyak dengan patokan minyak mentah Brent naik 60% sejak awal tahun, dan kini diperdagangkan lebih dari di atas $80 per barel. "Kami melihat pasar minyak yang sangat, sangat ketat," kata Weir.

Perubahan iklim juga menempatkan perusahaan minyak di bawah tekanan untuk beralih dari bahan bakar fosil. Penurunan investasi dalam produksi baru juga turut menekan harga.

Sertifikasi pipa Nord Stream 2 ditangguhkan

Pipa gas kontroversial yang menghubungkan Jerman dan Rusia telah selesai, tetapi kini para pejabat Jerman memblokir proses sertifikasinya. Anak perusahaan yang akan mengoperasikan Nord Stream 2 di Jerman tidak memenuhi persyaratan untuk menjadi "operator transmisi independen," demikian kata regulator Jerman, Selasa (16/11).

Itu hanya dapat disertifikasi "jika operator tersebut berbentuk badan hukum berdasarkan hukum Jerman," menurut Badan Jaringan Federal Jerman.

Sertifikasi akan tetap ditangguhkan "sampai aset utama dan sumber daya manusia ditransfer ke anak perusahaan," tambah para pejabat.

Penangguhan dilakukan karena perusahaan yang berbasis di Swiss, Nord Stream 2 AG, berencana untuk mendirikan anak perusahaan di bawah hukum Jerman hanya untuk bagian pipa Jerman.

Nord Stream 2 mengatakan telah diberitahu oleh regulator terkait hal ini, tetapi pihaknya mengatakan: "Kami tidak dalam posisi untuk mengomentari detail prosedur, kemungkinan durasi (penangguhan) dan dampaknya pada waktu awal pengoperasian pipa."

Proyek kontroversial

Pipa Nord Stream 2 berfungsi mengalirkan gas dari Rusia ke Jerman dan ke negara lain. Pipa ini dimiliki oleh raksasa gas yang dikendalikan Rusia, Gazprom, dengan investasi dari beberapa perusahaan Eropa.

Pipa itu dibangun di bawah Laut Baltik, melewati Polandia dan Ukraina, meski keduanya telah mengajukan keberatan. Ukraina khawatir akan kehilangan pendapatannya jika gas ke Eropa tidak disalurkan melalui wilayahnya. Sementara Polandia khawatir proyek tersebut akan semakin memperkuat posisi dominan Gazprom di wilayah regional.

Selain dua negara tersebut, proyek ini juga ditentang oleh beberapa negara lain, utamanya dari Amerika Serikat (AS). Negara tersebut mengatakan pengoperasian pipa ini akan meningkatkan ketergantungan Eropa pada Rusia untuk pasokan energi.

Namun, meskipun pada prinsipnya menentang pipa, pemerintahan Biden pada bulan Juli membatalkan upaya untuk menjatuhkan sanksi. Pembatalan ini terjadi setelah AS mencapai kesepakatan dengan Jerman yang mencakup dukungan untuk Ukraina dan ancaman sanksi jika Rusia dianggap menggunakan pengiriman bahan bakar sebagai 'senjata' untuk mencapai tujuannya.

ae/yf (Reuters, dpa, AFP, AP)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement