REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Seekor anak gajah betina berusia satu tahun bergerak sendiri atau terpisah dari rombongan pada Sabtu (13/11) pekan lalu. Bagian belalai gajah terluka karena jerat. Sisa jerat masih menempel di bagian belalainya.
Masyarakat di Desa Alue Meuraksa, Kecamatan Teunom, Kabupaten Aceh Jaya, yang melihat gajah itu melapor ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam(BKSDA) Aceh. BKSDA Aceh bersama personel medis, Resort Aceh Jaya dan CRU Sampoiniet, BKPH Teunom-KPH I; CRU Aceh; PKSL FKH-USK, serta masyarakat langsung melakukan upaya pencarian anak gajah.
Satu hari berselang atau pada Ahad (14/11) pukul 14.00 WIB, anak gajah itu ditemukan di Desa Alue Meuraksa. Kepala BKSDA Aceh Agus Arianto menyebutkan, luka serius akibat terkena jerat pada bagian tengah belalai gajah itu diperkirakan sudah berlangsung lama. Petugas langsung mengevakuasi anak gajah ke Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree, Aceh Besar.
Namun, anak gajah itu hanya bertahan dua hari dalam perawatan medis di PLG Saree. Pada Selasa (16/11) pagi, anak gajah itu mati dengan kondisi belalai yang nyaris putus.
Gajah sumatera merupakan satwa liar yang dilindungi. Namun, bukan kali ini saja gajah mati karena jeratan manusia.
Pengendali Ekosistem Hutan dan Ahli Madya BKSDA Aceh Taing Lubis mengatakan, rata-rata gajah mati akibat dijerat dan dibunuh dengan cara awalnya diracun. Bahkan, ia mengatakan, ada seekor gajah jantan ditemukan mati tanpa kepala.
"Gajah sumatera tersebut dibunuh dengan cara yang sangat sadis, di mana pelaku memenggal kepalanya dengan rapi dengan tujuan mengambil gading," kata Taing Lubis.
Taing Lubis mengatakan, sebanyak 25 gajah sumatra (Elephas maximus sumatramus) mati pada rentang waktu 2012 hingga awal November 2021. Gajah-gajah itu ditemukan mati berada dalam kawasan hak guna usaha (HGU) di antaranya perkebunan sawit di Kabupaten Aceh Timur.
Sementara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat pada kurun waktu 2015 hingga Agustus 2021, sebanyak 45 gajah mati di Aceh. Salah satu pemicunya pun perburuan liar dan konflik dengan manusia.
Baca Juga:
- KLHK: Dalam Tujuh Tahun, 46 Gajah Mati di Aceh
- Walhi Harap Populasi Gajah Sumatra Bisa Bertahan
- Gajah Sumatera di Bengkulu Kian Terdesak Akibat Tebang Liar
Jaga gajah
Agus Arianto mengimbau masyarakat untuk menjaga kelestarian alam, khususnya satwa liar gajah Sumatra. Cara yang dapat dilakukan, yakni tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa, serta tidak menangkap, melukai dan membunuh.
Masyarakat juga sebaiknya tidak menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati. Selain itu, tidak memasang jerat ataupun racun yang dapat menyebabkan kematian satwa liar dilindungi yang dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan, mengintensifkan pembersihan jerat dan sosialisasi pencegahan pemakaian jerat bagi satwa liar untuk menghindari berulangnya gajah dan harimau mati karena terkena jerat. Secara khusus, Wiratno menyoroti kematian anak gajah setelah belalainya nyaris putus akibat terkena jeratan di Aceh.
"Membersihkan jerat dengan masyarakat, sosialisasi tentang jalur jelajah gajah di kawasan hutan dan di lahan masyarakat," kata Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) KLHK Wiratno, hari ini.
Untuk memastikan kejadian tersebut tidak berulang, menurut Wiratno, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh terus melakukan pelatihan untuk TNI, Polri dan aparat desa dengan harapan dapat membantu sosialisasi terhadap masyarakat. Sosialisasi itu fokus terkait penanganan konflik termasuk penggunaan jerat dan perburuan untuk menjaga kelestarian satwa liar.
Wiratno memastikan akan dilakukan pengintensifan pembersihan jerat dan sosialisasi dengan masyarakat di wilayah yang sering dilalui oleh gajah.