REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus melakukan upaya menurunkan jumlah kasus stunting. Salah satunya menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya kesehatan reproduksi.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr (HC) dr Hasto Wardoyo Sp OG (K) menjabarkan stunting disebabkan oleh faktor multidimensi pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Faktor pertama, praktek pengasuhan yang tidak baik. Hal ini ditandai dengan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum serta pada masa kehamilan.
"Dari data, sebanyak 30 persen dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI eksklusif dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima makanan pendamping ASI," kata dokter Hasto dalam paparannya, Rabu (17/11).
Dokter Hasto menyebab stunting berikutnya ialah kurangnya akses ke makanan bergizi. BKKBN mendapati 1 dari 3 ibu hamil mengalami anemia atau kurang darah. Lalu makanan bergizi dianggap menjadi komoditas mahal.
Faktor ketiga penyebab stunting berkaitan dengan akses terhadap air bersih. BKKBN menemukan 1 dari 5 rumah tangga masih buang air besar di ruang terbuka dan 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.
"Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi berpotensi menyebabkan kasus stunting," ujar dokter Hasto.
Selain itu, dokter Hasto menyebut 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di pendidikan anak usia dini. Bahkan 2 dari 3 ibu hamil belum mengonsumsi suplemen zat besi yang memadai. Hal ini diperparah dengan menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu dan anak tidak mendapat akses yang memadai terhadap layanan imunisasi.
"Dapat disimpulkan faktor keempat penyebab stunting adalah terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC, post natal dan pembelajaran dini yang berkualitas," ucap dokter Hasto.