Disnakertrans Isyaratkan UMP & UMK DIY tak Mungkin Direvisi

Rep: Silvy Dian Setiawan / Red: Bayu Hermawan

Unjuk rasa buruh Yogyakarta (ilustrasi)
| Foto: Wihdan Hidayat / Republika

Meskipun ada kenaikan, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Irsad Ade Irawan mengatakan, pihaknya meminta Sultan untuk merevisi penetapan UMP tersebut. Termasuk merevisi penetapan UMK yang juga sudah ditetapkan beberapa hari lalu. 

"Kami menolak penetapan UMP dan UMK yang telah ditetapkan Pak Gubernur. Kami mendesak gubernur untuk merevisi, masih ada kesempatan karena kami belum menerima SK yang ditandatangani gubernur, maka harapannya itu segera direvisi," kata Irsad kepada Republika.co.id melalui sambungan telepon, Ahad (21/11).

Irsad menegaskan, buruh dan pekerja di DIY tidak puas dengan penetapan UMP dan UMK 2022 di DIY. Hal ini dikarenakan upah minimum yang ditetapkan tidak memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL).  

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh KSPSI tahun 2021 ini, KHL sendiri mencapai Rp 2,9 sampai Rp 3 juta. Dengan begitu, besaran UMP maupun UMK masih jauh dari KHL.

Artinya, pekerja dan buruh di DIY juga mengalami defisit. Bahkan, defisit ini, kata Irsad, sudah terjadi bertahun-tahun terutama sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Kalau tidak direvisi itu bisa menciptakan suatu suasana Yogyakarta yang berkabung, dimana banyak buruh yang merasa kecewa dan kemudian tidak puas dengan besaran upah minimum yang ditetapkan," ujar Irsad.

Pihaknya juga mengkritik terkait formula yang digunakan dalam sistem pengupahan berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021. PP Nomor 36 ini dinilai merugikan buruh dan pekerja.

"PP Nomor 36 naiknya (upah minimum) cuma 3-4 persen, jadi selama rezim Jokowi ini selalu membuat kebijakan yang merugikan terutama terkait pengupahan. Bisa dilihat dari persentase kenaikannya, maka kemudian kalau misalnya Gubernur DIY sasih sama saja dengan Jokowi, apa yang bisa kami harapkan dengan adanya Sultan sebagai raja dan adanya keistimewaan yang tidak mampu mengatasi masalah klasik," jelasnya.

Sekda DIY, Kadarmanta Baskara Aji juga mengatakan sebelumnya bahwa penetapan upah minimum oleh pemda harus berdasarkan aturan yang sudah ditetapkan pemerintah pusat. Dengan begitu, mau tidak mau pemda harus mengacu pada PP Nomor 36 Tahun 2021 tersebut.

"Kalau (serikat pekerja) keberatan, harusnya alamat keberatannya ada di Kemnaker, supaya keputusan di Kemnaker bisa dipertimbangkan. Tapi yang ini (dalam memutuskan pengupahan berdasarkan) peraturan Menaker yang membuat daerah harus menggunakan itu, kita tidak bisa menggunakan rumusan lain," kata Aji.

Sebelumnya, Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X menetapkan kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2022 naik 4,30 persen. Gubernur juga menegaskan, agar pengusaha mematuhi besaran UMP dan UMK yang sudah ditetapkan.

"Pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum kabupaten/kota serta tidak melakukan penangguhan pembayaran Upah Minimum Kabupaten/Kota Tahun 2022. Karena jika itu diakukan akan ada aturan hukumnya sendiri," tegasnya.

 

Terkait


SPSI Tuntun UMK Kota Tasikmalaya Jadi Rp 2,5 Juta 

KSPSI DIY: Upah Buruh tidak Pernah Istimewa

Pemprov DIY Terima Ratusan Aduan Persoalan Ketenagakerjaan

KSPSI DIY: UMP 2022 tak Berpihak pada Buruh

Serikat Buruh DIY Minta UMP dan UMK Direvisi

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark