REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) DIY menyebut, telah menerima ratusan laporan terkait permasalahan ketenagakerjaan selama 2021. Salah satunya terkait permasalahan pengupahan.
Meskipun begitu, Kepala Disnakertrans DIY, Aria Nugrahadi mengatakan, dari ratusan laporan yang diterima tidak ada yang terkait dengan penangguhan pembayaran upah pekerja/buruh.
"Kalau permohonan penangguhan kami malah tidak mendapatkan (laporan). Cukup banyak (laporan), secara total yang masuk di layanan aduan kami ada 569 aduan dan sudah lebih dari 400 sudah selesai kita tindaklanjuti," kata Aria belum lama ini.
Pemda DIY juga sudah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) 2022. Untuk UMP, ditetapkan naik sebesar 4,30 persen dengan besaran Rp 1.840.915,53 atau naik Rp 75.915,53.
Sedangkan, untuk UMK di masing-masing kabupaten/kota se-DIY ditetapkan lebih tinggi dari UMP. Aria pun meminta agar perusahaan tidak melakukan penangguhan pembayaran upah.
Ia menegaskan, perusahaan dilarang membayar upah di bawah besaran yang ditetapkan. Untuk itu, perusahaan diwajibkan membayar upah sesuai dengan UMK.
"UMK berlaku bagi pekerja/buruh dengan masa kerja kurang dari dari tahun pada perusahaan yang bersangkutan. Pengusaha dilarang membayar upah di bawah UMK, serta tidak melakukan penangguhan pembayaran," ujarnya.
Dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, kata Aria, juga sudah disampaikan bahwa perusahaan sudah tidak diperkenankan untuk menangguhkan pembayaran upah minimum.
"Penangguhan (pembayaran) ini tidak ada lagi karena menetapkan upah minimum itu sebagai jaring pengaman pengupahan," jelas Aria.
Jika ada perusahaan yang melanggar, maka akan diberlakukan sanksi. "Jika terjadi pelanggaran, maka akan diberlakukan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tambahnya.