REPUBLIKA.CO.ID, ASMAT – Agats termasuk kota yang terbilang unik di tanah Papua, karena seluruh bangunan rumah di kota itu dibangun di atas papan. Karena keunikannya itu, Kota Agats pun dijuluki sebagai Kota di Atas Papan.
Di samping itu, Agats juga terbilang istimewa. Karena, di tengah keragamannya, kerukunan umat beragama di kota ini bisa terjalin dengan baik.
Pada 2018 lalu, saya sempat berkunjung ke Agats untuk meliput kasus kejadian luar biasa (KLB) Campak dan Gizi Buruk. Kota Agats saat itu menjadi pusat berkumpulnya para relawan untuk membantu anak-anak Asmat yang mengalami gizi buruk.
Pada 2 Feebruari 2018, suara Adzan Ashar terdengar berkumandang. Umat Islam, khususnya kaum pria, tampak berdatangan ke Masjid An-Nur yang letaknya tidak jauh dari pelabuhan Agats.
Ternyata, di daerah yang berpenduduk mayoritas non-Muslim ini banyak yang melakukan sholat berjamaah di masjid. Bahkan, jamaahnya tampak jauh lebih banyak daripada jamaah yang sholat di masjid perkotaan.
Usai sholat, jamaah langsung kembali melaksanakan aktivitasnya masing-masing. Sementara, anak-anak kecil langsung belajar mengaji kepada para ustadzah.
Di sela-sela kegiatan mengaji anak-anak itu, saya pun menemui salah satu ustadz yang menjadi pengurus Masjid An-Nur, Ustadz Abdul Somad.
Sekteratis MUI Kabupaten Asmat ini menjelaskan, ghiroh umat Islam untuk mengikuti kegiatan keagamaan di masjid ini cukup besar, baik yang muda ataupun yang tua.
Baca juga: Tiga Perangai Buruk dan Tiga Sifat Penangkalnya
Karena itu, pengurus Masjid An-Nur pun menyelenggarakan berbagai macam kegiatan, seperti pengajian harian, bulanan dan juga pendidikan membaca Alquran untuk anak-anak.
Masjid An-Nur dibangun di atas tanah yang dihibahkan oleh umat Islam sekitar 1972. Bangunan masjid ini rata-rata terbuat dari papan kayu, termasuk lantainya, temboknya, dan pagarnya. Masjid Raya ini dibangun karena di daerah ini juga terdapat banyak umat Islam.