Kamis 25 Nov 2021 20:51 WIB

Daerah Memberikan Rekomendasi UMK ke Pemprov Jabar

Gubernur boleh meminta saran pertimbangan dari dewan pengupahan provinsi untuk UMK.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pengunjukrasa dari berbagai aliansi buruh melakukan aksi tutup jalan saat unjuk rasa di depan Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Cibinong,  Bogor, Jawa Barat, Kamis (25/11/2021). Mereka menuntut kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2022 sebesar 10 persen dan menolak omnibuslaw.
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Pengunjukrasa dari berbagai aliansi buruh melakukan aksi tutup jalan saat unjuk rasa di depan Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, Cibinong, Bogor, Jawa Barat, Kamis (25/11/2021). Mereka menuntut kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2022 sebesar 10 persen dan menolak omnibuslaw.

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Pemprov Jabar, terus mengingatkan kabupaten/kota untuk menyerahkan rekomendasi Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Karena, menurut Kepala Dinas  Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar Rachmat Taufik Garsadi, hingga saat ini dari 27 kabupaten/kota yang ada di Jabar, baru 16 kabupaten/kota saja yang sudah menyerahkan rekomendasi UMK. 

Padahal, menurut Taufik, seharusnya paling lambat kabupaten/kota menyerahkan rekomendasi UMK tersebut pada Kamis (25/11) ini.

"Kabupaten/kota yang sudah memberikan rekomendasi UMK, sampai saat ini sudah ada 16. Batas akhirnya kan harusnya sekarang. Jadi, kami mengundurkan lagi batas akhir penyerahan rekomendasi UMKM sehari lagi," ujar Taufik kepada Republika.

Taufik menjelaskan, 11 kabupaten/kota yang belum menyerahkan rekomendasi UMK tersebut, tadinya akan menyarahkan hari Kamis ini. Namun, karena ada keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) jadi mereka masih multitafsir. 

"Mereka (11 kabupaten/kota, red) menunggu. Malah ada yang ujug-ujug menetapkan 10 persen, itu dari mana kan. Hampir semuanya kan meminta 10 persen tapi dasarnya ga ada," katanya. 

Menurut Taufik, seharusnya ada putusan dulu dari pemerintah pusat. Karena, tak mungkin menggunakan PP 78 dengan Undang-undang 13/2003. "Ga mungkin kan udah di cabut.  Ga bisa, kecuali seperti kata MK selama 2 tahun pemerintah harus merevisi apabila tak merevisi maka akan kembali ke aturan lama," paparnya.

Taufik mengatakan, pihaknya saat ini masih menunggu pemerintah terkait hasil keputusan MK. Karena, serikat pekerja SP persepsinya berbeda.

"Jadi multi tafsir. Keputusan MK itu kan tidak mencabut hanya memberi waktu 2 tahun. Kami menunggu kejelasan sebagai pemerintah daerah kan hanya pelaksana dari regulasi. Itu kan multitafsir," katanya.

Saat ditanya apakah proses rekomendasi UMK akan terus berjalan atau tidak, Taufik mengatakan, seharusnya kalau menurut keputusan MK tetap berjalan karena harus merevisi 2 tahun dan selama 2 tahun tak boleh mengeluarkan aturan baru. 

"Saya kan bukan orang hukum jadi berharap jangan sampai multitafsir," katanya.

Terkait proses rekomendasi UMK dari kabupaten/kota, menurut Taufik, setelah menerima semua rekomendasi dari 27 kabupaten/kota, Disnakertrans Jabar sesuai aturan hanya menerima dan disampaikan ke gubernur.

"Kemudian, gubernur boleh meminta saran pertimbangan dari dewan pengupahan provinsi kalau UMK. Kan kalau UMP dulu dewan pengupahan provinsi memberikan rekomendasi ke gubernur," paparnya.

Perlu diketahui, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menetapkan upah minimum provinsi (UMP) Jawa Barat 2022 sebesar Rp1.841.487,31. UMP Jabar 2022 tersebut, naik sebesar Rp31.135,95 atau 1,72 persen. 

UMP Jabar 2022 ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 561/ Kep.717-Kesra/2021 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Barat Tahun 2022. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement