REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Kelompok Hamas mengecam keras penandatanganan kerja sama keamanan, intelijen, dan militer antara Maroko dan Israel. Menurut mereka, itu menjadi kekalahan baru bagi dunia Arab.
“Pengumuman kompromi antara Maroko dan rezim pendudukan (Israel) merupakan kekalahan baru bagi kemapanan (regional) Arab yang rapuh,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan pada Sabtu (27/11), dikutip laman Fars News Agency.
Hamas kembali menyuarakan kecamannya atas langkah Maroko menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel. “Langkah rezim yang memerintah Maroko menuju normalisasi dengan rezim Israel sama saja dengan pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip Islam dan Arab serta mundur dalam menghadapi masalah Palestina,” ujarnya.
Pada Rabu (24/11) lalu, Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz dan Menteri Pertahanan Maroko Abdellatif Loudiyi menandatangani kesepakatan kerja sama pertahanan, intelijen, serta militer. Gantz adalah kepala pertahanan Israel pertama yang melakukan kunjungan resmi ke Maroko.
“Ini adalah kunjungan penting dan bersejarah. Ini adalah kunjungan resmi pertama menteri pertahanan (Israel) ke negara ini (Maroko),” kata Gantz saat hendak bertolak dari Bandara Ben Gurion pada Selasa (23/11) malam dikutip laman Ynet News.
Misi utama dalam kunjungan Gantz memang memperkuat kerja sama pertahanan dengan Maroko. “Kami akan terus memperkuat hubungan bilateral. Sangat penting bahwa kami memiliki perjalanan yang sukses,” ujarnya.
Maroko resmi melakukan normalisasi diplomatik dengan Israel tahun lalu. Ia menjadi negara Arab keempat yang mengambil langkah demikian. Sebelumnya Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, dan Sudan sudah terlebih dulu memilih memulihkan hubungan dengan Tel Aviv.
Sama dengan ketiga negara tersebut, pemerintahan mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump juga berperan dalam proses normalisasi Maroko-Israel. Sebagai imbalan normalisasi dengan Tel Aviv, pemerintahan Trump mengakui kedaulatan Maroko atas wilayah Sahara Barat yang dipersengketakan.