REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Ada ratusan hektare tanah dari 300 bidang tanah yang tak dimanfaatkan atau berstatus terlantar di Kota Depok, Jawa Barat. Sebagian besar lahan terlantar tersebut ada yang tak bertuan, milik negara yang masa hak guna usaha (HGU) sudah habis, lahan sitaan likuiditas bank perbankan Indonesia (BLBI), maupun hasil sitaan kasus korupsi kejaksaan dan KPK.
"Di seluruh wilayah Kota Depok, tercatat ada 300 bidang tanah dengan luas ratusan hektare yang tak dimanfaatkan atau terlantar," ujar Ketua Komisi A DPRD Kota Depok, Hamzah saat berdiskusi dengan pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Depok di kantor PWI Kota Depok, Selasa (30/11).
Untuk pemanfaatan lahan tersebut, kata Hamzah, Komisi A DPRD Kota Depok saat ini sedang menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pendataan, Pemanfaatan dan Pengelolaan Tanah Daerah Terlantar.
Selain itu, juga pemanfaatan lahan tersebut untuk fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum) serta kewajiban menyediakan 30 persen ruang terbuka hijau (RTH) Kota Depok.
"Perda itu nantinya akan juga meng-update data global asset daerah yang belum terdata, guna mewujudkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan asset daerah," kata sekretaris DPC Partai Gerindra Kota Depok tersebut.
"Pemanfaatan lahan juga bisa untuk pemenuhan 30 persen RTH serta fasos dan fasum, seperti untuk bangun balai latihan kerja (BLK) dan bsngunan untuk kepentingan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok lainnya," terang Hamzah menambahkan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Kementerian Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) telah menerbitkan Peraturan Kepala BPN Nomor 4 Tahun 2010 terkait pemanfaatan lahan terlantar bagi masyarakat.
"Bahwa tanah itu tidak boleh ditelantarkan pemiliknya, baik milik negara atau insansi pemerintah, milik swasta maupun milik pribadi. Jika tanah memiliki sertifikat hak milik (SHM) sekali pun, selama dua tahun tidak difungsikan, sesuai dengan peruntukannya maka, haknya dapat dicabut," ucap Hamzah.
Menurut Hamzah, walaupun penentuan status tanah terlantar itu kewenangannya ada di Kantor BPN. Tetapi, sambung dia, ternyata pemerintah daerah (pemda) memiliki kewenangan untuk melaporkan kepada Kementerian ATR/BPN, untuk menetapkan status tanah terlantar berdasarkan laporan dari masyarakat atau pemda.
Langkah itu untuk menginventarisasi, kemudian disampaikan kepada kantor BPN kota/kabupaten. "Supaya Kantor BPN daerah mengetahui adanya lahan tanah terlantar maka, sumbernya dari pengaduan masyarakat dan pemerintah," kata Hamzah.
"BPN itu pencatat tanah, bukan polisi tanah. Kalau tidak ada yang aktif melaporkan, maka BPN tidak akan bertindak. Maka menjadi kewajiban Pemkot Depok saat ada Perda nya, melakukan inventarisasi tanah terlantar, melaporkan serta berkoordinasi dengan BPN," jelas Hamzah.
Selain itu, lanjut Hamzah, DPRD Kota Depok menginginkan dalam perda tersebut ada juga kewenangan Pemkot Depok dapat membentuk satu tim pencatatan dan pelaporan lahan terlantar termasuk melakukan tindakan hukum. Dalam perda ada aturan yang mengatur Pemkot Depok dapat kewenangan berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Setelah, Pemkot Depok melaporkan terkait tanah terlantar kepada BPN kota yang kemudian melaporkan kepada Kementerian ATR, akan tetapi Kementerian ATR tidak menetapkan tanah tersebut sebagai tanah terlantar padahal, Pemkot Depok mempunyai bukti bahwa tanah tersebut adalah tanah terlantar maka, Pemkot Depok dapat melakukan gugatan ke PTUN," kata Hamzah.
Ketua Badan Perencanaan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Depok, Ikravany Hilman menambahkan, pihaknya sedang berinisiatif merancang perda tentang pemanfaatan lahan terlantar untuk digunakan demi kemanfaatan pembangunan Kota Depok.
"Perda pencatatan dan pengelolaan tanah terlantar ini sangat penting. Apa yang penting, di antaranya, ingin memaksimalkan kewenangan Wali Kota Depok yang terbatas di bidang pertanahan sehingga, mampu memastikan bahwa setiap jengkal tanah di Kota Depok ini mempunyai fungsi sosialnya," kata Ikravany.
Dia melanjutkan, saat ini sudah ada dua bidang lahan berjumlah puluhan hektare yang sudah tercatat sebagai lahan terlantar, yaitu bidang lahan PT Tjitayam di wilayah Citayam, Kota Depok dan lahan milik PT Metropolitan di wilayah Cinere. Kemudian, ada ratusan hektare lahan yang akan dilaporkan terlantar yakni lahan RRI di Kalimulya Cilodong dan lahan PT Karabha Digdaya di Tapos, Kota Depok.
"Kedua lahan di Citayam dan Cinere sudah dilaporkan terlantar karena tidak dipergunakan sesuai peruntukan dan HGU. Walaupun, pemiliknya membayar pajak maka, sesuai dengan aturan dalam Perda ini nantinya dapat diambil-alih Pemkot Depok. Jadi, nanti tidak ada lagi lahan-lahan milik pribadi maupun perusahaan yang terlantar di Kota Depok," kata Ikravany.