REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga Oktober 2021, cakupan imunisasi dasar bagi anak balita dan usia sekolah baru mencapai 58,4 persen. Itu sebabnya Pemerintah Daerah diminta meningkatkan angka capaian imunisasi dasar anak.
Plt Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu, dalam konferensi pers daring yang dipantau di Jakarta, Selasa (30/11), menyebutkan, terdapat ketimpangan antara sejumlah provinsi yang angka imunisasi dasarnya sudah di atas 60 persen dengan sebagian besar yang belum mendekati angka 60 persen. "Ini terjadi gap imunisasi di beberapa provinsi. Kalau kita lihat, perlu apresiasi beberapa provinsi, sekalipun di masa pandemi, seperti Banten, malah bisa mencapai 78,8 persen, lebih tinggi sedikit dari target nasional," kata Maxi.
Provinsi lain yang cakupan imunisasi dasarnya sudah di atas 60 persen, antara lain Sulawesi Selatan, Bengkulu, Sumatera Selatan, Bali, Gorontalo, Lampung, Bangka Belitung, Jawa Timur dan Jambi. "Ini mestinya jadi pembelajaran bagi provinsi lain, kenapa provinsi yang saya sebut tadi itu bisa mencapai atau mendekati target," katanya.
Maxi menerangkan bahwa dampak dari cakupan imunisasi yang rendah dan tidak merata di beberapa wilayah akan menimbulkan akumulasi populasi yang rentan terhadap penyakit yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi. Paling buruk, akan terjadi kejadian luar biasa (KLB) yang diakibatkan dari infeksi virus atau bakteri yang menyebabkan penyakit, seperti difteri ataupun campak dan rubela.
Maxi menodorong setiap daerah untuk meningkatkan cakupan imunisasinya lantaran program imunisasi nasional ini dilakukan oleh pemerintah daerah, mulai dari tingkat desa atau kelurahan dan hingga kecamatan. Dia mengungkapkan saat ini sudah muncul KLB dari penyakit difteri serta campak dan rubela di beberapa wilayah Indonesia. Munculnya KLB penyakit yang sudah lama hilang tersebut dikarenakan menurunya cakupan imunisasi pada Tahun 2020 dan 2021 akibat pandemi COVID-19.