REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Seorang pejabat senior junta militer Myanmar pada Selasa (7/12) mengatakan, vonis terhadap pemimpin sipil Aung San Suu Kyi menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum. Pejabat itu mengatakan, panglima militer telah meringankan hukuman Suu Kyi atas dasar kemanusiaan.
Menteri Penerangan di bawah kepemimpinan junta militer, Maung Maung Ohn, mengatakan, sistem peradilan Myanmar tidak memihak pada siapapun. Hukuman yang dijatuhkan pada Senin terhadap peraih Nobel dan mantan pemimpin itu sesuai dengan hukum. “Tidak ada seorang pun yang kebal hukum, dan sistem peradilan Myanmar tidak memihak,” kata Maung Maung Ohn.
Pengadilan menjatuhkan vonis Suu Kyi bersalah atas tuduhan penghasutan dan melanggar pembatasan virus Corona. Dia dijatuhi hukuman empat tahun penjara. Vonis Suu Kyi dipotong dua tahun penjara di sebuah lokasi yang dirahasiakan. Sejak kudeta militer pada 1 Februari, Suu Kyi menghadapi sejumlah dakwaan.
Myanmar berada dalam krisis sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta pada 1 Februari. Militer menangkap Suu Kyi dan sebagian besar tokoh pemerintah.
Sejak kudeta, hampir setiap hari terjadi aksi protes untuk menentang junta militer Myanmar. Termasuk pemberontakan bersenjata bermunculan di seluruh negeri. Pasukan keamanan mengerahkan kekuatan maksimum untuk membubarkan aksi tersebut. Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik mengatakan, lebih dari 1.200 orang tewas karena kekerasan pasukan keamanan.
Pada Ahad (5/12), pasukan keamanan menabrak aksi protes flash mob di ibu kota komersial Yangon. Insiden ini menewaskan sedikitnya lima orang. Maung Maung Ohn mengatakan, aksi protes itu adalah hasil dari tekanan dari kelompok anti-kudeta agar kaum muda menjadi emosional.
“Protes semacam itu harus dicegah sesuai hukum,” kata Maung Maung Ohn.
Maung Maung Ohn berbicara pada konferensi pers yang jarang terjadi. Dia dan menteri investasi di bawah kepemimpinan junta militer mengatakan, situasi di Myanmar telah stabil.