Selasa 07 Dec 2021 17:02 WIB

Korban Banjir di Lombok Barat Kesulitan Makanan

Selain makanan, mereka juga kesulitan mendapatkan air bersih.

Seorang laki-laki melintas di jembatan yang rusak akibat diterjang banjir di Desa Meninting, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat, NTB, Selasa (7/12/2021). Hujan deras dan luapan air sungai Meninting yang terjadi pada Senin (6/12) menyebabkan rusaknya jembatan Meninting yang menghubungkan antara Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat.
Foto: Antara/Ahmad Subaidi
Seorang laki-laki melintas di jembatan yang rusak akibat diterjang banjir di Desa Meninting, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat, NTB, Selasa (7/12/2021). Hujan deras dan luapan air sungai Meninting yang terjadi pada Senin (6/12) menyebabkan rusaknya jembatan Meninting yang menghubungkan antara Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Sebanyak 109 keluarga di Rukun Tetangga (RT) 03 Dusun Peresak, Desa Meninting, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, kurang mendapat pasokan bahan makanan dan air bersih setelah banjir surut. "Bantuan yang masuk ke Dusun Peresak memang ada, tapi terbatas dan tidak sampai ke RT 03, padahal jumlah kepala keluarga mencapai 109 orang, kalau dihitung jumlah jiwa bisa mencapai lebih dari 500 orang," kata Ketua RT 03 Sahwan, yang ditemui di Dusun Peresak, Desa Meninting, Lombok Barat, Selasa (7/12).

Ia mengakui bahwa warganya sangat membutuhkan makanan siap saji karena belum bisa memasak makanan sendiri, meskipun banjir sudah surut. Hal itu disebabkan alat untuk memasak rusak terendam air.

Baca Juga

Selain itu, mereka tidak memiliki stok bahan makanan karena harta bendanya terendam banjir setinggi satu meter yang terjadi pada Senin pagi (6/12). "Untuk memasak juga susah karena warga juga kesulitan mendapatkan air bersih. Air sumur masih keruh dan tidak layak konsumsi karena terendam air bercampur lumpur. Sedangkan air PDAM macet hingga sekarang," ujar Sahwan.

Darwis, salah seorang warga RT 03 Dusun Peresak, juga mengaku kesulitan bahan makanan dan air bersih, meskipun kondisi banjir sudah surut. Bahkan, pada hari pertama banjir, dia dan keluarganya mendapatkan kiriman nasi bungkus dari kerabat di Kota Mataram. "Kalau tidak ada kiriman nasi bungkus dari keluarga di Kota Mataram, sampai hari ini, mungkin saya tidak dapat makan," tuturnya.

Pria yang sehari-hari sebagai kusir cidomo (kendaraan tradisional menggunakan kuda) itu juga belum bisa untuk bekerja mencari rezeki karena harus membersihkan rumahnya yang berlumpur akibat banjir. "Memasak pun belum bisa sampai hari ini karena kompor rusak. Dan yang mau dimasak juga belum ada. Belum lagi air bersih sulit didapat," ucap Darwis, yang baru pulang mengungsi dari tenda darurat yang dibangun di komplek pemakaman tidak jauh dari rumahnya.

Keluhan senada disampaikan Wedi. Pemuda yang sehari-hari bekerja sebagai tukang cukur itu hanya bisa pasrah dengan kondisi serba kekurangan setelah banjir. "Semua perabot rumah tangga rusak terendam air, kasur, bantal, pakaian semua terendam air berlumpur. Kompor juga rusak, makanya tidak bisa untuk sekadar memasak mi instan bantuan yang kami dapat dari donatur," ucap Wedi.

 

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement