REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Reporters Without Borders (RSF) melaporkan, China menahan setidaknya 127 jurnalis berita internasional hingga blogger. Penahanan ini karena Partai Komunis China melanjutkan tindakan keras terhadap media yang diprakarsai oleh Presiden Xi Jinping.
Saat ini, China menempati peringkat 177 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia pada 2021. China menempati dua peringkat di atas Korea Utara. Dalam laporan yang diterbitkan pada Selasa (7/12), Sekretaris Jenderal RSF, Christophe Deloire, mengatakan, China semakin terbelakang karena warga negara Cina terus kehilangan kebebasan pers.
Dilansir Aljazirah, Rabu (8/12), wartawan dan penulis China telah menjadi target kampanye dan menghadapi tuduhan seperti spionase, subversi, dan adu mulut. Mereka termasuk pelapor seperti Zhang Zhan, seorang pengacara China yang dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena mendokumentasikan masa-masa awal pandemi Covid-19 di Wuhan. Kemudian pembawa berita keturunan Tionghoa Australia, Cheng Lei yang bekerja di media pemerintah Tiongkok CGTN, secara resmi ditangkap pada Februari dan dituduh memasok rahasia negara ke luar negeri.
Sebelum penangkapan resmi mereka, banyak jurnalis yang ditahan selama enam bulan di bawah Pengawasan Perumahan di Lokasi yang Ditunjuk (RSDL). RSDL adalah bentuk penahanan yang biasa digunakan oleh pihak berwenang China terhadap individu yang dituduh membahayakan keamanan negara.
RSDL dilembagakan di China ketika Presiden Xi berkuasa. Praktik ini memungkinkan pihak berwenang menahan seseorang di sel isolasi, di bawah pengawasan konstan di fasilitas yang ditunjuk. Praktek ini sering digambarkan sebagai penyiksaan oleh mereka yang telah mengalaminya.
Baca juga : Peretas China Disebut Incar Angkatan Laut Indonesia dan Filipina
Cheng ditahan pada Agustus 2020 dan dilaporkan menjalani RSDL sebelum dia secara resmi didakwa enam bulan kemudian. Sejauh ini vonis terhadap Cheng belum diumumkan.
Menurut RSF, hampir dua pertiga jurnalis yang ditahan di China merupakan etnis Uighur. Sebagian besar dari mereka membantu meningkatkan kewaspadaan tentang kampanye penindasan China terhadap etnis minoritas Muslim, dan kelompok lain di wilayah Xinjiang.