REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) mencabut izin operasional Pesantren Manarul Huda di Antapani, Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar). Hal itu seiring terungkapnya kasus dugaan pemerkosaan yang melibatkan pemilik sekaligus pimpinan pesantren, HW (36 tahun), terhadap belasan santrinya.
"Kita telah mengambil langkah administratif, mencabut izin operasional pesantren tersebut," ujar Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag M Ali Ramdhani dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (10/12). Selain Pesantren Manarul Huda, Kemenag juga menutup Pesantren Tahfidz Quran Almadani yang diasuh HW.
Lembaga tersebut ternyata belum memiliki izin operasional dari Kemenag. Dhani menjelaskan, Kemenag mendukung langkah hukum yang telah diambil kepolisian. Sebagai regulator, sambung dia, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang melakukan pelanggaran berat.
Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, Waryono mengatakan, sejak awal setelah kasus itu terungkap, pihaknya langsung berkoordinasi dengan Polda Jabar dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Langkah pertama yang sudah diambil adalah menutup dan menghentikan kegiatan belajar mengajar di lembaga pesantren tersebut.
Kemenag langsung memulangkan seluruh santri ke daerah asal masing-masing dan membantu mereka mendapatkan sekolah lain untuk melanjutkan sekolahnya. "Dalam hal ini, Kemenag bersinergi dengan madrasah-madrasah di lingkup Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama," kata Waryono.
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar menyebut, guru sekaligus pemilik pondok pesantren berinisial HW terancam hukuman 20 tahun penjara akibat perbuatannya yang memerkosa 12 santriwati hingga hamil dan melahirkan. Pelaksana Tugas (Plt) Asisten Pidana Umum Kejati Jabar, Riyono mengatakan, HW kini berstatus sebagai terdakwa karena sudah menjalani persidangan.
HW dijerat dengan Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak. "Ancamannya 15 tahun, tapi perlu digarisbawahi di situ ada pemberatan karena sebagai tenaga pendidik, jadi ancamannya menjadi 20 tahun," kata Riyono. Dia menambahkan, aksi terkutuk itu diduga sudah HW lakukan sejak 2016. Dalam aksinya tersebut, ada sebanyak 12 orang santriwati yang menjadi korban yang pada saat itu masih di bawah umur.