Ahad 12 Dec 2021 22:30 WIB

Warga Kaledonia Baru Pilih untuk Tetap Bersama Prancis

Dalam pemilihan ketiga, 96 persen pemilih ingin tetap bersama Prancis.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
Bendera Prancis.
Foto: Anadolu Agency
Bendera Prancis.

REPUBLIKA.CO.ID, NOUMEA -- Warga di wilayah pulau Kaledonia Baru pada Ahad (12/12) memilih untuk tetap menjadi bagian dari Prancis, dalam sebuah referendum yang diboikot oleh pasukan pro-kemerdekaan. Presiden Prancis Emmanuel Macron memuji hasil itu sebagai konfirmasi yang gemilang tentang peran Prancis di Indo-Pasifik.

Hasil resmi pemungutan suara menunjukkan, 96 persen pemilih di Kaledonia Baru memilih untuk tetap bersama di Prancis.  "Malam ini Prancis lebih indah karena Kaledonia Baru memutuskan untuk tetap bersama," kata Macron dalam pidato yang disiarkan televisi nasional.

Baca Juga

Macron berjanji menghormati semua warga Kaledonia Baru, termasuk mereka yang memilih untuk memisahkan diri.

Pemungutan suara tersebut dipantau oleh PBB dan kekuatan regional, di tengah upaya global menuju dekolonisasi dan di tengah meningkatnya pengaruh China di wilayah tersebut. Pemungutan suara pada Ahad adalah rangkaian yang ketiga dan terakhir dalam proses dekolonisasi selama beberapa dekade.

Proses dekolonisasi bermula ketika kekerasan pada 1988 meletus. Hal ini menyebabkan pemerintah Prancis menyerahkan otonomi luas Kaledonia Baru di bawah Perjanjian Noumea.  Proses tersebut bertujuan untuk menyelesaikan ketegangan antara penduduk asli Kanak yang ingin merdeka, dengan mereka yang menginginkan wilayah itu tetap menjadi bagian dari Prancis.

Prosesnya tidak berakhir dengan referendum terakhir.  Negara, separatis dan non-separatis itu, sekarang memiliki waktu 18 bulan untuk merundingkan status baru untuk wilayah dan lembaga-lembaganya di Prancis. “Kami mencapai tahap baru,” kata Macron.

Macron menyerukan negosiasi tentang struktur baru untuk menangani krisis kesehatan, meningkatkan ekonomi, meningkatkan hak-hak perempuan dan melindungi lingkungan dari perubahan iklim.

Dalam referendum pertama pada 2018, sebanyak 43,6 persen pemilih mendukung kemerdekaan. Kemudian dalam referendum kedua pada 2020, sebanyak 46,7 persen mendukung kemerdekaan.

Jumlah pemilih dalam referendum ketiga tahun ini menurun. Peringatan badai tropis telah mengurangi antusiasme untuk pemungutan suara. Antrean panjang terjadi di beberapa tempat pemungutan suara, di tengah angin yang berhembus kencang menggoyangkan pohon-pohon palem yang berjajar di jalan-jalan ibu kota regional Noumea.

Para pemilih wajib mengenakan masker dan menjaga jarak. Namun tempat pemungutan suara di beberapa wilayah sepi oleh pemilih.  Pertanyaan yang diajukan kepada orang-orang di TPS 307 adalah: “Apakah Anda ingin Kaledonia Baru memperoleh kedaulatan penuh dan merdeka?”.

Dukungan untuk tetap bersama dengan Prancis meningkat di tengah pandemi virus Corona pertama di Kaledonia Baru pada September lalu. Sampai saat itu, Kaledonia Baru adalah salah satu dari sedikit tempat bebas Covid-19 yang tersisa di dunia.

Pada November, kepulauan tersebut telah melaporkan 271 kematian akibat Covid-19, dan Senat regional menetapkan satu tahun berkabung tradisional suku Kanak.  Aktivis kemerdekaan tidak melakukan kampanye untuk menghormati korban yang meninggal karena Covid-19.

Prancis mencoba untuk memperkuat kehadirannya di kawasan Indo-Pasifik, setelah kehilangan kontrak kapal selam bernilai miliaran dolar dengan Australia. Kaledonia Baru menjadi tuan rumah salah satu dari dua pangkalan militer Prancis di Pasifik. Macron mengatakan, pemungutan suara itu mengirim pesan penting ke kawasan Indo-Pasifik ketika sedang mengalami rekomposisi dan menghadapi ketegangan yang kuat.

PBB telah mendukung proses dekolonisasi Kaledonia Baru dan mengirim pemantau pemilu untuk memantau pemungutan suara. Forum Kepulauan Pasifik juga mengirim delegasi untuk mengamati pemungutan suara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement