Selasa 21 Dec 2021 13:55 WIB

Berharap Shin tak Jadi Pelatih Indonesia Level 'Nyaris Juara' Lainnya di Piala AFF

Kegagalan Indonesia di lima final Piala AFF bisa jadi pelajaran timnas era Shin.

Red: Endro Yuwanto
Pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-yong.
Foto: Dok AFF Suzuki Cup
Pelatih timnas Indonesia, Shin Tae-yong.

Oleh : Endro Yuwanto/Jurnalis Republika

REPUBLIKA.CO.ID, ASEAN Football Federation (AFF) Cup atau Piala AFF 2020 akan menjadi ajang pembuktian bagi tim nasional (timnas) Indonesia kepada seluruh masyarakat Tanah Air bahwa skuad Garuda bisa mengangkat derajat sepak bola Indonesia di mata dunia. Hingga kini, kejayaan sepak bola Indonesia masih sebatas angan walau itu tetap layak untuk diimpikan.

Sejak kali pertama kejuaraan Piala AFF digelar pada 1996 dengan nama Piala Tiger, Indonesia belum pernah sekali pun menorehkan tinta emas di panggung tertinggi. Tim Merah Putih yang terus berganti dari generasi ke generasi beberapa kali mentok di posisi runner-up.

Baca Juga

Terakhir kali timnas Indonesia merasakan manisnya gelar juara di level Asia Tenggara, bukan di Piala AFF, melainkan pada SEA Games 1991. Itu pun sudah 30 tahun berlalu, tapi timnas Indonesia masih membiarkan lemari trofinya kosong dan berdebu.

Piala AFF 2020 yang digelar di Singapura mulai 5 Desember 2021 hingga 1 Januari 2022 sepertinya menjadi momen bagi skuad Garuda untuk mengakhiri puasa gelar tiga dekade demi melepaskan dahaga seluruh masyarakat Indonesia. Di bawah besutan Shin Tae-yong, Indonesia sejauh ini mampu melaju hingga babak semifinal untuk menantang tuan rumah Singapura.

Langkah timnas Indonesia melewati Grup B yang dianggap 'neraka' juga layak diacungi jempol. Indonesia mampu menjadi juara grup dengan berdiri di atas Vietnam yang merupakan juara bertahan dan saat ini disebut-sebut sebagai tim terbaik di Asia Tenggara. Tim Merah Putih juga berhasil menyingkirkan seteru abadi sekaligus tim negeri jiran, Malaysia. Laos dan Kamboja, seperti biasa, tak mampu menandingi skuad Garuda.

Strategi racikan Shin terbukti efektif. Meski mengandalkan darah muda, Shin mampu mengotak-atik skema permainan agar sesuai saat menghadapi lawan-lawan yang berbeda.

Wajar bila Shin begitu kaya strategi. Jejak karier kepelatihan Shin terbilang lumayan sukses di level klub maupun saat memegang tampuk kepelatihan timnas Korea Selatan. Satu-satunya klub yang mendapat sentuhan langsung Shin adalah Seongnam Ilhwa Chunma pada periode 2008 hingga 2012.

Shin mengantar klub yang kini bernama Seongnam FC, berkompetisi di ajang teratas Liga Korea (K-League 1), meraih titel juara AFC Champions League edisi 2010 dan Piala FA Korea pada 2011. Lalu kiprah kepelatihan Shin dihabiskan bersama timnas Korea Selatan baik di level kelompok umur maupun senior.

Pria usia 52 tahun ini membawa skuad U-23 Korea Selatan menuju Olimpiade 2016 di Rio de Janeiro, Brasil. Ia juga mendampingi pasukan U-20 Korea Selatan di ajang Piala Dunia U-20 2017 di Selandia Baru. Dua pelatih timnas senior yang didampinginya adalah Hong Myung-bo dan Uli Stielike pada kurun waktu 2014 hingga 2017.

Asosiasi Sepak Bola Korea Selatan (KFA) lantas menunjuk Shin untuk menangani timnas senior, setelah memecat Stielike pada Juli 2017. Momentum besar yakni Piala Dunia 2018 di Rusia langsung menjadi ujian bagi Shin ketika memimpin skuad Taeguk Warriors selepas era Stielike.

Baca juga : Menunggu Pembuktian Indonesia di Piala AFF 2020

Walaupun pada akhirnya gagal melalui fase penyisihan Grup F, setelah kekalahan melawan Swedia dan Meksiko, timnas Korea Selatan membawa kenangan manis dari ajang tersebut. Shin membawa Korea Selatan memetik kemenangan dramatis atas timnas Jerman dengan skor 2-0 pada laga terakhir fase penyisihan grup.

Shin memang sudah kehilangan kesempatan untuk membawa Indonesia tampil pada Piala Dunia 2022 di Qatar mendatang. Apalagi ia baru mulai menukangi timnas Indonesia ketika tim Merah Putih sudah pasti tersingkir dari persaingan kualifikasi Piala Dunia 2022.

Shin mendapat tugas sebagai pelatih timnas Indonesia pada Januari 2020. Ia menjadi juru taktik asal Korea Selatan pertama yang memegang jabatan tersebut. Timnas Indonesia memang memiliki riwayat ditangani oleh pelatih berkebangsaan asing setidaknya dalam kurun waktu dua dekade sejak 2001.

Namun, kebanyakan pelatih tersebut berasal dari negara di kawasan Eropa maupaun Amerika Selatan, seperti Ivan Kolev asal Bulgaria, Peter Withe dari Inggris, Wim Rijsbergen asal Belanda, hingga mendiang Alfred Riedl dari Austria. Selain itu, terdapat pula nama Jacksen F Tiago yang berkebangsaan Brasil, serta Luis Milla asal Spanyol dan Simon McMenemy dari Skotlandia.

Baca juga : Menanti Aksi Egy Maulana Vikri Bersama Timnas Indonesia di Piala AFF 2020

Penunjukan figur Shin memberi kesan bahwa PSSI ingin membangun rencana jangka panjang bagi peningkatan prestasi timnas Indonesia. Sejauh ini, sentuhan Shin untuk melakukan regenerasi dan membangkitkan kembali performa skuad Garuda untuk bersaing di kawasan Asia patut menuai pujian. Indonesia mampu tampil apik hingga lolos ke Piala AFF 2020.

Perjalanan Shin dan timnas Indonesia tentu masih panjang terentang. Luapan pujian dan kekaguman selayaknya tak lantas menjadi beban hingga kans menggenggam trofi juara Piala AFF sirna.

Pengalaman adalah guru yang terbaik. Langkah Indonesia menembus semifinal Piala AFF 2020 belum bisa dikatakan istimewa. Jauh sebelumnya, skuad Garuda sudah lima kali mencicipi final Piala AFF. Para juru taktik yang memoles tim Merah Putih pun saat itu bukan 'kaleng-kaleng'. Namun sayang, dalam lima laga final itu, gelar juara enggan mampir ke Tanah Air.

Pada final Piala AFF 2000, Indonesia yang ditukangi Nandar Iskandar gagal juara setelah ditekuk Thailand 1-4. Timnas Indonesia juga nyaris juara pada Piala AFF 2002 saat dipoles Ivan Kolev. Namun sayang dewi fortuna tak berpihak, skuad Garuda kalah 2-4 lewat adu tendangan penalti. Lagi-lagi oleh lawan yang sama, Thailand.

Pada Piala AFF 2004, Indonesia yang diarsiteki Peter Withe juga mampu menembus final. Namun skuad Garuda kembali gagal juara karena kalah 1-3 dan 1-2, kali ini dari Singapura. Saat itu, final menggunakan format dua leg.

Baca juga : Pelatih Singapura Percaya Bisa Bekuk Indonesia di Semifinal Pertama Piala AFF

Pelatih hebat lainnya yang membesut timnas Indonesia adalah Alfred Riedl. Pelatih asal Austria itu bahkan dua kali membawa Indonesia ke final Piala AFF, yakni pada 2010 dan 2016. Lagi-lagi, skuad Garuda tak beruntung. Pada 2010, tim Merah Putih kalah 0-3 dari Malaysia di leg pertama dan menang 2-1 di leg kedua. Juara jadi milik Malaysia. Pada 2016, meski menang 2-1 atas Singapura di leg kedua, pada leg pertama Indonesia kalah 0-2. Otomatis Singapuralah yang berhak mengangkat trofi juara.

Perjalanan Indonesia hingga menembus lima final Piala AFF bisa menjadi pelajaran bagi timnas Indonesia era Shin Tae-yong. Jangan sampai kelengahan, ketenaran, dan kepongahan menjadi senjata makan tuan. Kegagalan timnas Indonesia juara di Piala AFF pada masa lalu lebih sering terjadi lantaran masalah nonteknis.

Dulu ketika menembus final Piala AFF, sebagian besar penggawa timnas Indonesia terlalu disibukkan hal-hal nonteknis di luar lapangan. Seperti puja-puji yang terlalu berlebihan, ketenaran yang melenakan, rumor pengaturan skor, hingga dijadikan panggung politik sejumlah oknum. Selain dewi fortuna yang menjauh, faktor-faktor nonteknis itulah yang membuat Indonesia melempem di partai puncak.

Tapi agaknya Shin paham yang terpenting bagi skuad asuhannya adalah terus menjaga fokus di lapangan. Ia tak ingin anak-anak asuhannya yang rata-rata masih berusia muda terlena seperti pendahulunya di skuad Garuda.

Lihat saja, seusai memastikan lolos ke semifinal Piala AFF 2020 dengan menyingkirkan Malaysia, Shin menyebut timnya baru memainkan 60 persen kemampuan. Ia ingin skuad Garuda mengerahkan 100 persen kemampuan dan kualitas demi menggapai prestasi puncak yang sudah lama diidam-idamkan bangsa Indonesia.

Baca juga : Apindo Minta Pemerintah Pusat Sanksi Anies, Ini Respons Kemenaker

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement