REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Status tanggap darurat di kawasan terdampak erupsi Gunung Semeru telah dicabut. Saat ini, pemerintah memberlalukan transisi darurat di desa-desa terdampak erupsi Semeru. Plt Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari menjelaskan, masa transisi darurat ditetapkan selama 90 hari.
"Perpanjangan masa tanggap darurat telah berakhir pada 24 Desember 2021 lalu dan berlanjut pada fase transisi menuju pemulihan," ujar Muhari tertulis, Senin (27/12).
Penetapan masa transisi darurat ini tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Bupati Lumajang bernomor 188.45/556/427.12/2021 tentang Penetapan Peralihan Masa Tanggap Darurat ke Masa Transisi Darurat. Salah satu prioritas pada fase ini yaitu percepatan relokasi hunian sementara (huntara).
Berdasarkan data Pos Komando (Posko) Penanganan Darurat Bencana Erupsi Semeru tercatat total rumah rusak mencapai 1.027 unit. Rumah rusak tersebar di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, dengan kategori rusak berat 505 unit.
"Sedangkan di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, rumah rusak berat 85 unit dan rusak berat 437 unit," kata Muhari.
Saat ini, lanjut dia, pemerintah daerah terus melakukan persiapan relokasi huntara warga terdampak. Lahan area lokasi yang telah mendapatkan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pun mulai dibersihkan. Pembersihan lahan masih berlangsung di Desa Sumbermujur.
"Pemerintah daerah mengerahkan alat berat untuk pelebaran jalan dan pengaspalan. Hal ini untuk mempermudah aktivitas warga nantinya," ujar Muhari.
Sementara itu, total warga mengungsi berjumlah 9.417 jiwa yang tersebar di 402 titik. Konsentrasi pengungsian terpusat di 3 Kecamatan, yaitu di Pasirian 15 titik 1.657 jiwa, Candipuro 22 titik 3.897 jiwa dan Pronojiwo 7 titik 1.136 jiwa.
"Pengungsian di luar Kabupaten Lumajang berada di Kabupaten Malang 9 titik 341 jiwa, Probolinggo 1 titik 11 jiwa, Blitar 1 titik 3 jiwa dan Jember 3 titik 13 jiwa," kata Muhari.