REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Keberadaan hati bagi manusia adalah ibarat mesin bagi seluruh tubuhnya. Jika mesin tersebut prima dan sehat, maka segenap tubuh pun akan berjalan dengan sehat.
Tetapi, adakalanya, hati seseorang mengalami keras atau bahkan kematian. Syekh Nawawi al-Bantani, ulama Nusantara yang mendunia dalam salah satu karya monumentalnya, Nashaih al-‘Ibad, menjelaskan tentang sebab matinya hati.
Menurut dia, Syaqiq Al Balkhi pernah benceritakan bahwa suatu hari Ibrahim ibn Adham berjalan di Pasar Basrah, maka orang yang mengetahui kedatangannya berkumpul mengerumuninya. Di antara mereka kemudian ada yang bertanya tentang firman Allah ﷻ:
ادعوني أستجب لكم
“Berdoalah kepada-ku niscaya Aku akan mengabulkan doa kalian.” (QS Al Mukmin/ Ghafir [40]: 60).
Orang yang bertanya itu selanjutnya berkata, “Padahal kami sudah sering berdoa, tetapi Allah tetap tidak mengabulkan doa kami.”
Lalu, Ibrahim Ibn Adham berkata:
حقه، تؤدوا ولم الله عرفتم أنكم اولها: أشياء عشرة من قلوبكم ماتت
Dikutip dari buku Nashaih al-‘Ibad: Bekal Menjadi Kekasih Allah, Syekh Nawawi Al-Bantani menjelaskan, perkataan Ibrahim Ibn Adham tersebut disampaikan kepada penduduk Basrah bahwa doa mereka tidak dikabulkan Allah karena hati mereka telah mati, yang disebabkan sepuluh perkara.
Pertama, kalian mengenal Allah ﷻ bahwa Dia Pencipta kalian dan Dzat yang memberi kalian rezeki, tetapi tidak mau menunaikan hak-hak-Nya, dengan tidak menyembah-Nya sebagaimana yang telah Allah ﷻ perintahkan pada kalian.
Kedua, kalian membaca kitab Allah ﷻ, tetap tetap tidak mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya.
Ketiga, kalian mengakui bahwa Iblis itu musuh, tetapi kalian menjadikannya teman. Kalian mengikuti Iblis akan apa-apa yang dia perintahkan.
Keempat, kalian menyatakan cinta kepada Rasulullah ﷺ, tetapi meninggalkan jejak (perilaku Rasul) dan sunnahnya.
Kelima, kalian menyatakan cinta surga, tetapi tidak beramal untuk meraihnya atau tidak beramal dengan amal.
Keenam, kalian mengakui takut siksa neraka, tetapi tetap saja berbuat dosa.
Ketujuh, kalian mengakui atau meyakini bahwa kematian itu pasti terjadi, tetapi kalian tidak pernah bersiap-siap menghadapinya. Kalian tidak bersiap-siap dengna mengerjakan perbuatan baik.
Kedelapan, kalian selalu memerhatikan aib orang lain dengan cara ghibah, tetapi tidak mau memerhatikan aib diri sendiri untuk memperbaikinya.
Kesembilan, kalian memakan rezeki Allahﷻ, tetapi tidak pernah bersyukur kepada-Nya.
Kesepuluh, kalian sering mengubur orang mati, tetapi tidak mau mengambil pelajaran darinya, tidak mengambil mau’idhah dan tidak mengingat mati.