REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menanggapi pembentukan Majelis Masyayikh.
Majelis ini sendiri telah resmi dikukuhkan oleh Kementerian Agama. Majelis terdiri dari sembilan orang kiai pesantren.
Mu'ti menyampaikan, dibentuknya Majelis Masyayikh memang merupakan amanat dari UU Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren. "Dan memang itu menjadi salah satu kelengkapan dalam pendidikan pesantren," tutur dia kepada Republika.co.id, Senin (3/1).
Namun, Mu'ti menekankan, idealnya komposisi masyayikh itu mencerminkan keanekaragaman bentuk pesantren. Sebab, secara umum pesantren memiliki berbagai model.
Di antaranya model salafiyah dan model ma'had atau muallimin. Menurutnya, seharusnya perwakilan dari setiap jenis pesantren itu ada dalam Majelis Masyayikh.
"Memang idealnya supaya ada representasi dari masing-masing jenis pesantren. Jenis pesantren ini juga ada dalam UU Pesantren," tutur dia.
Dalam Pasal 5 UU 18/2019 tentang Pesantren, disebutkan bahwa pesantren terdiri dari tiga jenis. Pertama, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk pengkajian kitab kuning.
Kedua, pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan muallimin. Dan ketiga ialah pesantren yang menyelenggarakan pendidikan dalam bentuk lainnya yang terintegrasi dengan pendidikan umum.
Mu'ti juga mengingatkan, ketentuan yang dibolehkan untuk menjadi anggota Majelis Masyayikh adalah 17 orang. Sedangkan yang diangkat Kementerian Agama, yaitu hanya sembilan orang.
"Peranan pesantren ini sangat besar. Dan menurut saya, tidak ada salahnya kalau misalnya menteri menambah anggota dewan masyayikh menjadi 11 atau 13 orang," katanya.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas secara resmi mengukuhkan Majelis Masyayikh yang terdiri dari sembilan orang kiai. Prosesi pengukuhan tersebut digelar di Auditorium H M Rasjidi, Jalan M H Thamrin, Jakarta Pusat pada Kamis (30/12).
Gus Yaqut mengatakan, Majelis Masyayikh merupakan bentuk dari rekognisi negara terhadap kekhasan pendidikan pesantren melalui proses penjaminan mutu yang dilakukan dari, oleh, dan untuk pesantren.
"Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren mengamanatkan terbentuknya Majelis Masyayikh sebagai instrumen penting guna mewujudkan sistem penjaminan mutu pendidikan pesantren," kata Gus Yaqut.
Berikut ini sembilan nama yang dikukuhkan sebagai anggota Majelis Masyayikh:
1. KH Azis Afandi (Pesantren Miftahul Huda, Manonjaya, Tasikmalaya, Jawa Barat)
2. KH Abdul Ghoffarrozin, M.Ed (Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah)
3. Dr KH Muhyiddin Khotib (Pesantren Salafiyah Syafi’iyah, Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur)
4. KH Tgk Faisal Ali (Pesantren Mahyal Ulum Al-Aziziyah, Aceh Besar, Aceh)
5. Nyai Hj Badriyah Fayumi, MA (Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Bekasi, Jawa Barat)
6. Dr KH Abdul Ghofur Maimun (Pesantren Al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah)
7. KH Jam’an Nurchotib Mansur/Ust. Yusuf Mansur (Pesantren Darul Qur’an, Tangerang, Banten)
8. Prof Dr KH Abd A’la Basyir (Pesantren Annuqoyah, Guluk-Guluk, Sumenep, Jawa Timur)
9. Dr Hj Amrah Kasim, Lc, MA (Pesantren IMMIM Putri, Pangkep, Sulawesi Selatan)