REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro, mengkritik soal wacana kenaikan gaji DPRD DKI Jakarta tahun 2022. Menurut dia, peningkatan gaji sesuai Rancangan Peraturan Daerah DKI tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022, bisa dinilai negatif.
“Karena wakil rakyat dianggap kurang berempati pada rakyat,” kata Siti Zuhro kepada Republika, Ahad (9/1).
Dia mempertanyakan, alasan kenaikan gaji DPRD DKI. Sebab, menurutnya, gaji DPRD DKI selama ini bisa dibilang cukup tinggi. “Perlu diketahui publik, berapa besaran gaji DPRD DKI. Apa betul lebih besar dari anggota DPR RI?” kata dia.
Jika nyatanya penghasilan dewan DKI besar dari anggota DPR RI, dia mempertanyakan alasan kenaikan tersebut. Menurutnya, dengan tidak adanya alasan rasional, publik akan terus mempertanyakan kenaikan tersebut.
Dalam rincian Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) 2022, anggota dewan masing-masing akan mendapat gaji sekitar Rp 139 juta.
Jika menilik pada rinciannya, belanja gaji dan tunjangan DPRD DKI tahun ini ditetapkan Rp 177,37 miliar atau naik Rp 26,42 miliar dibandingkan tahun lalu, sebesar Rp 150,94 miliar.
Anggaran yang naik signifikan adalah belanja tunjangan perumahan senilai Rp 102,36 miliar. Jumlah tersebut, melonjak Rp 25,44 miliar dibandingkan tahun lalu Rp 76,92 miliar.
“Alasan apa yang mendorong kenaikan itu. Apakah ada peraturan bagi anggota DPRD DKI harus naik gajinya tiap rentang waktu tertentu?” tanya dia.
Menurut dia, dengan adanya kondisi sosial ekonomi saat ini, kenaikan gaji wakil rakyat juga akan terasa pada warga DKI Jakarta. Terlebih, saat jumlah pengangguran dan masyarakat miskin ibu kota dinilainya juga terus bertambah. “Tentu ini bisa dinilai negatif,” jelasnya.