Senin 10 Jan 2022 18:08 WIB

Beda dengan Brunei, Kamboja tak Paksakan Bertemu Aung San Suu Kyi

Kamboja yang menjadi ketua ASEAN mencoba pendekatan beda selesaikan konflik Myanmar.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Sebuah foto selebaran yang disediakan oleh Televisi Nasional Kamboja menunjukkan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen menghadiri pertemuan virtual dengan para pemimpin dari China dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), tidak termasuk Myanmar, selama KTT ASEAN-China di Istana Perdamaian di Phnom Penh, Kamboja, 22 November 2021.
Foto: EPA-EFE/AN KHOUN SAMAUN
Sebuah foto selebaran yang disediakan oleh Televisi Nasional Kamboja menunjukkan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen menghadiri pertemuan virtual dengan para pemimpin dari China dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), tidak termasuk Myanmar, selama KTT ASEAN-China di Istana Perdamaian di Phnom Penh, Kamboja, 22 November 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Perdana Menteri Kamboja Hun Sen tidak akan berusaha menemui pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi saat berkunjung ke negara itu pekan ini. Menteri Luar Negeri Kamboja Prak Sokhonn mengatakan negaranya akan mengambil "pendekatan berbeda" mengenai krisis di Myanmar.

Tahun ini Kamboja mendapat giliran menjadi ketua Asosiasi Negara Asia Tenggara (ASEAN). Tampaknya Kamboja akan mengundang junta militer dalam pertemuan ASEAN yang mungkin akan dimulai dengan rapat menteri luar negeri pada 17 Januari mendatang.

Baca Juga

Tahun lalu ASEAN mengambil langkah yang belum pernah dilakukan sebelumnya dengan tidak mengundang pemimpin junta Min Aung Hlaing dari pertemuan tahunan pemimpin negara-negara Asia Tenggara.

Hun Sen sendiri merebut kekuasaan pada tahun 1997 melalui kudeta. Ia dikritik menindak keras lawan-lawan politiknya dalam pemilihan berikutnya. Pada Sabtu (8/1/2022) ia pulang dari Myanmar usai melakukan kunjungan ke negara itu selama dua hari.

Kedatangannya menjadi kunjungan pertama pemimpin negara asing ke Myanmar sejak militer menggulingkan pemerintah sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari tahun lalu. Kudeta tersebut memicu gelombang unjuk rasa dan penindakan keras yang mematikan.

Media pemerintah Myanmar melaporkan Min Aung Hlaing berterimakasih pada Hun Sen yang "bersanding bersama Mynamar". Ia mengatakan angkatan bersenjata mengambil alih kekuasaan untuk merespon kecurangan pemilu dan sesuai dengan konstitusi.

Prak Sokhonn yang menemani Hun Sen dalam kunjungan tersebut membantah perjalanan itu sebagai bentuk dukungan pada junta. Ia mengatakan langkah ini sebagai cara lain untuk mengimplementasikan lima poin rencana perdamaian ASEAN yang diadopsi bulan April tahun lalu.

Ia juga mengkonfirmasi Hun Sen tidak meminta untuk dapat bertemu dengan Suu Kyi. Peraih Hadiah Nobel Perdamaian yang ditahan sejak angkatan bersenjata mengambil alih kekuasaan.

Prak Sokhonn diperkirakan akan menjabat sebagai utusan khusus ASEAN untuk Myanmar. Ia mengatakan keputusan menteri luar negeri Brunei yang menjabat sebagai utusan khusus ASEAN ke Myanmar saat ini menolak berkunjung ke Myanmar tanpa jaminan dapat bertemu Suu Kyi tidak produktif.

"Bila mereka membangun tembok tebal dan kami menggunakan kepala kami untuk membenturkannya, tidak berguna, Kamboja menggunakan pendekatan yang berbeda untuk mencapai konsensus lima poin," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement