Kamis 13 Jan 2022 09:41 WIB

Badan Siber Sarankan Perbankan Update Aplikasi Digital

Update ini untuk mengurangi potensi serangan siber.

Rep: ANTARA/ Red: Fuji Pratiwi
Pembeli bertransaksi menggunakan aplikasi mobile banking (ilustrasi). Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyarankan agar perbankan melakukan update aplikasi digital mereka secara berkala.
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan/rwa.
Pembeli bertransaksi menggunakan aplikasi mobile banking (ilustrasi). Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyarankan agar perbankan melakukan update aplikasi digital mereka secara berkala.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Fungsi Manajemen Risiko dan Pengukuran Tingkat Keamanan Siber dan Sandi Sektor Keuangan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Baderi menyarankan agar perbankan melakukan update aplikasi digital mereka secara berkala. Update ini untuk mengurangi potensi serangan siber.

"Baru-baru ini ada perbankan nasional yang meminta nasabah meng-udpdate versi mobile-nya. Update ini sangat penting karena tentu ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, jadi perlu ada update," kata Baderi dalam webinar "When Security Becomes A High Priority" yang dipantau di Jakarta, Rabu (12/1/2022).

Baca Juga

Perbankan juga perlu meningkatkan kompetensi dan kesadaran terkait keamanan siber bagi para personil yang menangani informasi dan teknologi. "Ini penting karena kesadaran untuk keamanan siber dan keamanan informasi ini sebaiknya dilakukan secara berkala" kata Baderi.

Di samping itu perbankan juga perlu menerapkan standar keamanan siber baik melalui tata kelola maupun kebijakan internal.

Sementara itu, untuk nasabah perbankan, ia mengatakan, nasabah perlu dibantu untuk meningkatkan literasi terkait keamanan digital terus-menerus. Setidaknya nasabah menyadari PIN atau kode OTP nasabah jangan sampai diberikan kepada orang lain.

"Kemudian mengganti password juga perlu diliterasikan," ucap Baderi.

Menurut data yang ia himpun, pada 2021 Indonesia dan Amerika Serikat menjadi negara yang warganya sering dimanfaatkan untuk aktivitas pishing. Di mana Indonesia menjadi target 41,41 persen aktivitas pishing yang tercatat. Di samping itu, Indonesia juga menjadi negara yang paling banyak menjadi korban dari penyebaran malware yakni sebesar 37,46 persen.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement