Rabu 19 Jan 2022 01:08 WIB

Kemenag Tekankan Pentingnya Kesadaran Etika dalam Bermedia Sosial

Generasi muda Muslim harus menjadi teladan yang bijak dalam bermedia sosial

Red: Christiyaningsih
Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama Fuad Nasar mengingatkan pentingnya kesadaran etika dalam bermedia sosial.
Foto: Kemenag
Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama Fuad Nasar mengingatkan pentingnya kesadaran etika dalam bermedia sosial.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama Fuad Nasar mengingatkan pentingnya kesadaran etika dalam bermedia sosial. Fuad mengatakan generasi muda Muslim harus menjadi teladan anak bangsa yang bijak dan beradab dalam bermedia sosial.

“Bijak dan beradab dalam bermedia sosial haruslah timbul dari kesadaran beretika pada setiap diri sebagai manusia yang beragama dalam berkomunikasi dengan orang lain. Jika kesadaran beretika, apalagi yang bersumber dari penghayatan ajaran agama benar-benar kuat, niscaya akan sangat membantu kesadaran hukum masyarakat untuk mematuhi rambu-rambu Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik,” katanya, Senin (17/1/2022).

Baca Juga

Menurut Fuad, media sosial merupakan alat yang bersifat netral. Media sosial bisa membawa kemaslahatan atau mendatangkan kegaduhan dan menyebarkan keburukan. Oleh karena itu, Fuad mengingatkan pentingnya meningkatkan literasi media digital dan membangun adab atau etika bermedia sosial.

“Mutu kepribadian manusia tercermin dari bahasa lisan dan tulisan serta perbuatannya. Jangan mengumbar aib orang lain melalui media sosial karena cara demikian tidak akan bisa memperbaiki malah memperlebar kerusakan yang sudah ada,” ujarnya.

Islam mengajarkan bahwa kebaikan dan keburukan tidaklah sama. Islam, lanjut Fuad, bahkan mengajarkan untuk menolak keburukan dengan cara yang baik sehingga permusuhan berubah menjadi pertemanan.

“Hindari kata-kata atau ungkapan di media sosial yang mengandung kebencian kepada siapa pun dan golongan mana pun, baik seagama maupun berbeda agama, baik sekubu dalam politik maupun berbeda kubu. Orang yang tidak sekeyakinan dan tidak sepaham dengan kita bukanlah musuh, tetapi kawan dalam berpikir dan berdialog,” pungkasnya.

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
مِنَ الَّذِيْنَ هَادُوْا يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَّوَاضِعِهٖ وَيَقُوْلُوْنَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَاسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ وَّرَاعِنَا لَيًّاۢ بِاَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِى الدِّيْنِۗ وَلَوْ اَنَّهُمْ قَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا وَاسْمَعْ وَانْظُرْنَا لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ وَاَقْوَمَۙ وَلٰكِنْ لَّعَنَهُمُ اللّٰهُ بِكُفْرِهِمْ فَلَا يُؤْمِنُوْنَ اِلَّا قَلِيْلًا
(Yaitu) di antara orang Yahudi, yang mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Dan mereka berkata, “Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya.” Dan (mereka mengatakan pula), “Dengarlah,” sedang (engkau Muhammad sebenarnya) tidak mendengar apa pun. Dan (mereka mengatakan), “Raa‘ina” dengan memutar-balikkan lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan, “Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami,” tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, tetapi Allah melaknat mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali sedikit sekali.

(QS. An-Nisa' ayat 46)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement