REPUBLIKA.CO.ID, BATAM -- Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Tempat Pemeriksaan imigrasi Batam mendeportasi 10 orang warga negara asing karena melakukan pemerasan dengan modus telepon seks terhadap warga di negara China beberapa waktu lalu.
"Kami deportasi pekan lalu, kami deportasi ke negaranya," kata Kabid Teknologi Informasi dan Komunikasi Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Tempat Pemeriksaan imigrasi Batam Tessa Harumdila di sela-sela kunjungan Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly ke Batam, Rabu (19/1/2022).
Sebanyak 10 orang WNA itu melanggar pasal 75 ayat 1 UU Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, yaitu orang asing melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan UU. Ia mengatakan seluruh WNA itu telah melakukan pelanggaran, mengganggu ketertiban dan keamanan negara.
"Jadi memang harus kita tertibkan orang seperti itu. Dan dia baru melakukan itu yang pertama kali di Indonesia, maka kita deportasi," kata dia.
Menurut dia, sanksi deportasi dinilai cukup. Tidak sampai pidana.
"Deportasi sudah ampun-ampunan, tidak bisa masuk ke Indonesia lagi," kata dia.
Ia mengatakan kasus itu telah menjadi atensi dari Kedutaan Besar China mengingat kejahatan dilakukan di negara tersebut. Para tersangka hanya menjadikan Batam tempat memeras karena pemerasan dilakukan terhadap orang China.
Dalam kesempatan itu, ia mengatakan akan bekerja sama dengan aparat kepolisian untuk mencegah WNA melakukan kejahatan serupa. Sebelumnya, pada Kamis (6/1/2022), Direktorat Reskrimsus Polda Kepulauan Riau mengungkap kasus penipuan dan pemerasan dengan modus telepon video seks yang dilakukan 10 orang warga negara asing yang berada di Kota Batam terhadap WNA lainnya yang berada di China.
Kabid Humas Polda Kepri Kombes Pol Harry Goldenhardt mengatakan dari 10 orang tersangka, sembilan orang di antaranya warga negara China dan seorang lainnya warga Vietnam, yaitu TTP, LH, MXJ, ZW, ZCG, LYW, TXQ, MTY, WB, dan MXW. Kesemuanya diamankan di sebuah rumah di Kota Batam.
"Tersangka melakukan aksinya bulan Agustus 2021 dan mereka sudah berada di Indonesia sejak enam bulan yang lalu," kata Kabid Humas Polda Kepri.
Dari 10 orang tersangka, satu di antaranya adalah perempuan TTP yang bertugas sebagai ikon dengan menelepon dan membujuk rayu korban untuk mengimbangi gerakannya. Sedang sembilan orang lainnya memiliki peran memprofil calon korban, merekam video dan memeras. Aksi kejahatan itu menyasar warga negara China, yang sebelumnya sudah dipetakan oleh para tersangka.