REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Dewan Narkotika Thailand pada Selasa (25/1) mengatakan akan menghapus ganja dari daftar obat terlarang. Keputusan ini akan membuka jalan bagi rumah tangga untuk menanam tanaman itu.
Thailand menjadi negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan ganja pada 2018 untuk penggunaan medis dan penelitian. Namun, dengan aturan baru, setiap individu dapat menanam tanaman ganja di rumah setelah memberi tahu pemerintah daerah.
Menteri Kesehatan Anutin Charnvirakul, hanya saja ganja yang telah ditanam individu ini nantinya tidak dapat digunakan untuk tujuan komersial tanpa izin lebih lanjut. Aturan tersebut harus dipublikasikan di Royal Gazette atau jurnal dan surat kabar publik Thailand. Aturan juga bisa berlaku usai 120 hari berlalu.
Kepala regulator makanan dan obat-obatan Paisal Dankhum mengatakan, ganja yang ditanam di rumah harus digunakan untuk tujuan medis seperti obat tradisional. Akan ada inspeksi acak untuk memastikan tidak ada penyalagunaan penanaman individu tersbeut.
Rancangan Undang-Undang itu menghukum pertumbuhan ganja tanpa memberi tahu pemerintah dengan denda hingga 20.000 baht dan menetapkan denda hingga 300.000 baht atau tiga tahun penjara, atau keduanya. Denda dan hukuman penjara ini diberlakukan jika menjualnya tanpa lisensi.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan akan mengajukan kepada parlemen rancangan undang-undang terpisah yang memberikan perincian tentang penggunaan legal ganja. Rincian ini termasuk produksi dan penggunaan komersialnya yang berisi pedoman penggunaan rekreasional.
Langkah ini merupakan langkah terbaru dalam rencana Thailand untuk mempromosikan ganja sebagai tanaman komersial. Menurut Bank Dunia, sekitar sepertiga dari tenaga kerjanya bekerja di bidang pertanian.
Minuman Thailand dan perusahaan kosmetik tahun lalu bergegas untuk meluncurkan produk dengan rami dan CBD setelah penggunaannya disetujui untuk barang-barang konsumen. Kedua jenis itu merupakan senyawa yang tidak memberikan pengguna merasakan efek mabok.