REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan mencabut program subsidi minyak goreng, sehingga kebijakan satu harga Rp 14 ribu per liter berakhir pada 31 Januari 2022.
Sebagai gantinya, Kemendag menetapkan harga eceran tertinggi (HET) untuk minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter, kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan kemasan premium Rp 14 ribu per liter dan berlaku mulai 1 Februari 2022.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kemendag, Oke Nurwan, menjelaskan pangkal masalah kenaikan harga minyak goreng karena mahalnya harga bahan baku, yakni minyak sawit yang mengikuti tren harga pasar dunia.
Atas dasar itu, Kemendag mengambil kebijakan untuk menetapkan harga minyak sawit khusus dalam negeri lewat kebijakan domestic price obligation (DPO) minyak sawit mulai Kamis (27/1/2022). Harga yang ditetapkan sebesar Rp 9.300 per kg untuk minyak sawit (CPO) dan Rp 10.300 per liter untuk olein.
Dengan adanya kebijakan DPO, maka pemerintah pun dapat menetapkan HET minyak goreng. "Karena harga bahan baku minyak sawit sudah diturunkan melalui DPO, maka dalam hal ini pembayaran selisih harga dari harga keekonomian (subsidi) tidak lagi diperlukan," kata Oke dalam konferensi pers virtual, Kamis (27/1/2022).
Sebelumnya pemerintah menganggarkan subsidi sebesar Rp 7,6 triliun untuk 1,5 miliar liter minyak goreng selama enam bulan. Dana subsidi tersebut diambil dari dana kelolaaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Karenanya, Oke, mengatakan, mulai 1 Februari, seiring ditetapkannya HET dan telah diterapkannya DPO, BPDKS tidak lagi perlu menyiapkan dana untuk subsidi minyak goreng.
Lebih lanjut, Oke menambahkan, produsen minyak goreng yang telah menjual dengan harga murah agar harga di tingkat konsumen Rp 14 ribu per liter selama Januari ini, dapat melakukan klaim kepada BPDPKS untuk menerima subsidinya.
Adapun pengajuan klaim tetap dapat dilakukan mesti lewat 31 Januari 2022 di mana program satu harga sudah tidak berlaku.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana, mengatakan, dengan adanya kebijakan DPO tersebut, maka harga CPO saat ini berkisar di level 655 dolar AS per metrik ton (MT). Harga itu sudah jauh lebih murah dari harga internasional saat ini yang sudah lebih dari 1.300 dolar AS per MT.