Kamis 27 Jan 2022 20:37 WIB

Kemendag Tetapkan DMO Minyak Sawit, Ini Dampaknya

Kemendag meyakini DMO akan mempengaruhi kinerja ekspor minyak sawit

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pedagang keliling menata minyak goreng kemasan dan minyak goreng curah ke dalam mobil bak terbuka di kawasan Desa Tungkop, Darussalam, Aceh Besar, Aceh, Kamis (6/1/2022). Pemerintah bekerja sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan menyediakan 1,2 miliar liter minyak goreng untuk masyarakat dengan harga jual Rp14 ribu per liter di tingkat konsumen di seluruh Indonesia selama enam bulan ke depan.
Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Pedagang keliling menata minyak goreng kemasan dan minyak goreng curah ke dalam mobil bak terbuka di kawasan Desa Tungkop, Darussalam, Aceh Besar, Aceh, Kamis (6/1/2022). Pemerintah bekerja sama dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan menyediakan 1,2 miliar liter minyak goreng untuk masyarakat dengan harga jual Rp14 ribu per liter di tingkat konsumen di seluruh Indonesia selama enam bulan ke depan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah menetapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) sebesar 20 persen bagi seluruh eksportir minyak sawit (DMO) demi memastikan pasokan untuk pasar domestik. Namun, Kemendag memperkirakan, kebijakan itu bisa memengaruhi kinerja ekspor komoditas tersebut meski diyakini tidak berlangsung lama.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kemendag, Indrasari Wisnu Wardhana, menjelaskan kewajiban eksportir memasok produk olahan CPO sebesar 20 persen dari volume ekspor seharusnya tidak banyak memengaruhi kinerja ekspor.

Dia mengatakan, kebutuhan CPO untuk 5,7 juta kiloliter minyak goreng sejatinya telah terpenuhi selama ini dan volume itu yang ditetapkan dalam DMO minyak sawit.

"Sebenarnya sudah ada pasokan ke dalam negeri. Namun DMO ini memastikan pasokan tetap di dalam negeri, tidak ke luar. Seharusnya tidak terjadi penurunan ekspor itu," kata Wisnu dalam konferensi pers virtual, Kamis (27/1/2022).

Meski demikian, dia tidak memungkiri adanya potensi penurunan ekspor dalam jangka pendek. Ia tak dapat memastikan, berapa penurunan volume yang terjadi. Namun, penurunan volume dapat terkompensasi dengan harga minyak sawit  dia mengatakan hal itu bisa dikompensasi dengan harga CPO internasional yang terkerek.

"Dampak jangka pendeknya pasti akan ada sedikit penurunan. Namun ke depan akan seperti semula. Di samping itu harga CPO internasional bisa naik dan penurunan ini akan terkompensasi dengan kenaikan harga di pasar internasional," ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian Perdagangan juga telah mengeluarkan kebijakan larangan terbatas (lartas) untuk ekspor produk minyak sawit melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan Pengaturan Ekspor.

Terdapat sembilan kode HS produk dalam kategori CPO, RBD palm oil, dan minyak jelantah harus mengantongi persetujuan ekspor (PE) untuk pengajuan permohonan pemuatan barang untuk ekspor.

Syarat yang harus dipenuhi pelaku usaha untuk memperoleh PE mencakup Surat Pernyataan Mandiri bahwa eksportir telah menyalurkan CPO, RBD palm olein, dan minyak jelantah untuk kebutuhan dalam negeri yang disertai dengan kontrak penjualan, rencana ekspor dalam jangka 6 bulan, dan rencana distribusi dalam jangka 6 bulan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement