Selasa 01 Feb 2022 07:30 WIB

Harga Khusus Sawit untuk Minyak Goreng Mulai Dijalankan

Harga minyak sawit dunia telah melonjak hingga lebih dari 1.300 dolar AS per ton.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pedagang menata minyak goreng kemasan di kiosnya (ilustrasi). Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyatakan, kebijakan domestic price obligation (DPO) minyak sawit atau crude palm oil (CPO) industri minyak goreng mulai diterapkan per 1 Februari 2022.
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Pedagang menata minyak goreng kemasan di kiosnya (ilustrasi). Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyatakan, kebijakan domestic price obligation (DPO) minyak sawit atau crude palm oil (CPO) industri minyak goreng mulai diterapkan per 1 Februari 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) menyatakan, kebijakan domestic price obligation (DPO) minyak sawit atau crude palm oil (CPO) industri minyak goreng mulai berjalan.

Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga, mengatakan, kebijakan DPO utamanya telah berjalan untuk para industri minyak goreng yang memiliki perkebunan sawit sendiri.

Baca Juga

"Tapi, industri minyak goreng kan tidak semua punya kebun sendiri, jadi kita harap para perusahaan produsen CPO langsung mengontak anggota-anggota GIMNI. Sebab, tidak semua juga dari mereka punya industri minyak goreng sendiri," kata Sahat kepada Republika.co.id, Selasa (1/2/2022).

Sahat mengatakan, GIMNI telah menyampaikan imbauan tersebut ke pada para produsen CPO. Dengan harapan jika harga CPO diterima lebih rendah, maka harga minyak goreng bisa diturunkan hingga sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET).

Diketahui, Kemendag telah mengatur HET minyak goreng curah sebesar Rp 11.500 per liter, kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan kemasan premium Rp 14 ribu per liter. Adapun kebijakan itu tertuang dalam Permendag Nomor 6 Tahun 2022. Kebijakan itu berlaku mulai 1 Februari 2022.

Pemerintah dapat menerapkan kebijakan HET karena telah menurunkan harga CPO khusus bahan baku minyak goreng lewat kebijakan domestic price obligation (DPO) sebesar Rp 8.300 per liter untuk CPO dan Rp 9.364 per liter untuk olein.

"Jadi kami minta dengan sangat produsen sawit yang punya kebun segera memasok kepada industri minyak goreng. Terutama untuk yang kemasan sedaraha dan curah," ujarnya.

Khusus untuk kemasan premium, Sahat menilai akan menemui banyak kendala. Pasalnya harga dan biaya untuk memproduksi minyak sawit premium lebih tinggi. Kendala akan sangat dirasakan oleh industri minyak goreng yang tidak memiliki kebun sendiri.

"Saya kira itu tidak akan jalan karena belum tentu dia dapat (sawitnya) jadi bisa mati suri juga itu nantinya," kata Sahat.

Ia pun menyarankan agar pemerintah tidak perlu menerapkan HET khusus untuk kemasan premium. Lagipula, kata Sahat, konsumen minyak premium merupakan kalangan menengah atas yang bahkan mampu mengonsumsi minyak nabati non sawit yang jauh lebih mahal. 

Sementara itu Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menilai kenaikan harga CPO global yang amat tinggi sudah berlebihan. Ketua DMSI Sahat Sinaga, menilai tingginya harga saat ini juga bisa menjebak para petani sawit maupun industri CPO di Indonesia.

"Kami melihat ini seperti ada permainan dunia untuk menghacurkan sawit Indonesia. Kelewatan harga itu. Jangan senang dengan harga tinggi, hati-hati kita bisa terjerumus," kata Sahat kepada Republika.co.id, Selasa (1/2/2022).

Sahat menuturkan, harga tandan buah segar (TBS) sawit petani beserta CPO dapat membuat petani menjadi kurang terpacu untuk lebih produktif. Sebab, di saat harga yang tinggi, petani akan merasa cukup tanpa harus menambah produktivitas sawitnya.

"Kami melihatnya itu racun, bisa meninabobokan para petani untuk tidak produktif karena dengan harga tinggi ya produksi segitu aja cukup," kata Sahat menambahkan.

Selain itu, tingginya harga sawit yang berkepanjangan akan mendorong para akademisi dan peneliti untuk mengembangkan synthetic palm oil. Jika itu terjadi, harga sawit nantinya akan jatuh seperti yang terjadi pada komoditas karet saat ini.

"Kebun karet kita lihat, hidup segan mati tak mau karena harga begitu rendah," ujar Sahat.

Oleh sebab itu, Sahat mengatakan, para pelaku industri termasuk petani harus bisa melihat adanya celah-celah yang dapat merugikan sawit Indonesia di tengah kenaikan harga global saat ini.

Harga minyak sawit dunia telah melonjak hingga lebih dari 1.300 dolar AS per ton. Naik dua kali lipat dari periode 2020 ke bawah sekitar 600-700 dolar AS per ton.

Seiring dengan kenaikan itu, pemerintah pun menetapkan kebijakan DPO CPO khusus untuk bahan baku minyak goreng agar harga tidak mengikuti tren dunia. Harga CPO dipatok sebesar Rp 9.300 per kg dan olein Rp 10.300 per kg atau setara 655 dolar AS per ton.

Sahat mengatakan, DMSI mendukung langkah itu. Sebab, dengan harga yang lebih rendah khusus dalam negeri akan mengundang industri-industri minyak goreng besar dari luar negeri untuk masuk ke Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement