Sabtu 05 Feb 2022 09:16 WIB

Bujuk Rayu Setan Saat Sakaratul Maut Datang

Rasulullah SAW mengajarkan pada umatnya doa agar dimudahkan saat sakaratul maut

Rep: Andrian Saputra/ Red: A.Syalaby Ichsan
 Pasien COVID-19 (bawah) menutupi dirinya saat tidur di dalam Intensive Care Unit (ICU) di rumah sakit Machakos Level 5 di Machakos, Kenya, 26 Agustus 2021 (dikeluarkan 27 Agustus 2021). Rumah sakit Kenya kehabisan oksigen dan tempat tidur ICU di tengah lonjakan infeksi varian Delta COVID-19.
Foto: EPA-EFE/Daniel Irungu
Pasien COVID-19 (bawah) menutupi dirinya saat tidur di dalam Intensive Care Unit (ICU) di rumah sakit Machakos Level 5 di Machakos, Kenya, 26 Agustus 2021 (dikeluarkan 27 Agustus 2021). Rumah sakit Kenya kehabisan oksigen dan tempat tidur ICU di tengah lonjakan infeksi varian Delta COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, Setiap manusia pasti akan menghadapi sakaratul maut yakni suatu keadaan ketika roh akan berpisah dari jasad. Inilah keadaan yang paling genting bagi manusia. Ketika seorang hamba di akhir hayatnya baik (husnul khotimah) maka kelak ia akan mendapat kebahagiaan di akhirat. Sebaliknya ketika seorang hamba di akhir hayatnya buruk (su'ul khotimah) maka kelak di akhirat akan menemukan kesulitan dan kesengsaraan. 

Begitu gentingnya situasi sakaratul maut, hingga Rasulullah SAW pun mengajarkan pada umatnya doa agar diberikan kemudahan ketika menghadapi sakaratul maut. Allah SWT pun menghilangkan sakitnya sakaratul maut,dan menetapkan hati agar meninggal dengan membawa iman. Diantara tanda hamba yang baik akhir hayatnya adalah ketika dalam keadaan sakaratul maut seorang hamba dapat melafazkan kalimat tahlil atau pun lafaz Allah atau pun kalimat thoyyibah.   

Dr. KH. Ali Sibromalisi menjelaskan diantara yang akan dihadapi setiap manusia ketika sakaratul maut adalah godaan setan. Setan akan datang kepada manusia yang sedang sakaratul maut menyerupai orang tua dari orang yang sedang sakaratul maut dan mengajak untuk berpindah agama atau menyekutukan Allah. Apabila orang yang sedang sakaratul maut itu memiliki iman yang kuat, ia akan selamat dari bujuk rayu setan. Kiai Ali pun menjelaskan sebagaimana mengutip surat Ali Imran ayat 91 bahwa orang yang meninggal dalam keadaan kafir tidak akan diampuni dosanya oleh Allah dan akan mendapatkan siksa.

"Sakaratul maut itu suasana yang sangat genting. Kalau dia meninggal dalam keadaan kafir ngga bawa iman, amal yang dikerjakan sekian tahun habis, meskipun dia kaya raya punya emas seberat bumi dipakai untuk menebus kekafirannya, Allah ngga terima," kata Dr. KH. Ali Sibromalisi dalam kajian dhuha yang digelar Masjid Agung Sunda Kelapa beberapa waktu lalu. 

Lebih lanjut. Kiai Ali  mengisahkan, pada satu waktu, Imam Ahmad pernah terjatuh hingga tak sadarkan diri. Anaknya lantas membisikkan kepada telinga Imam Ahmad lafadz tahlil. Namun sang anak merasa kaget karena Imam Ahmad berkata laa (tidak) berkali-kali. Tak lama, Imam Ahmad tersadar. Anaknya menanyakan tentang mengapa Imam  Ahmad berkali-kali mengucap laa. Imam Ahmad menjelaskan, sejatinya saat dia dalam keadaan  itu dan berkata laa, karena setan datang dari sebelah kanan dan berdiri menyerupai ayahnya dan mengajak Imam Ahmad bin Hambal untuk berpindah agama atau menyekutukan Allah.  

Selanjutnya saat sakaratul maut seorang manusia akan diperlihatkan amal sedekah dan infaknya. Kiai Ali menjelaskan, ketika Allah memperlihatkan amal-amal sedekah dan infaknya di dunia, orang tersebut ingin meminta ditangguhkan kematiannya untuk bisa bersedekah. Hal ini sebagaimana dapat ditemukan dalam QS Al Munafiqun ayat 10. 

 

"Jadi ketika Malaikat Izrail datang mau mencabut nyawanya,

saat itu Allah perlihatkan satu amal adalah pahala sedekah dan infak,” kata dia.

 

Maka dari itu, Kiai Ali Sibromalisi mengajak umat Islam untuk memperbanyak sedekah dan Infak selagi masih diberikan kesempatan hidup di dunia oleh Allah SWT.   Islam pun telah memberikan tuntunan kepada siapa saja sedekah dan Infak diberikan. Kiai Ali  mengatakan yang paling utama adalah memberikan infak kepada kedua orang tua. Setelah itu kepada kaum kerabat yakni istri, anak dan  kerabat terdekat, kemudian pada anak yatim, orang-orang miskin dan yang sedang dalam perjalanan. Sebagaimana dapat dilihat dalam QS Al Baqarah ayat 215. 

Kiai Ali  menjelaskan para sahabat ketika memperoleh keuntungan dalam berniaga selalu datang kepada Rasulullah dan menanyakan tentang pada siapa keuntungan yang diperoleh itu harus diinfakkan. Rasulullah pun menyuruh sahabat untuk mengutamakan orang tuanya dan keluarganya. 

Untuk bisa berinfak dan bersedekah harta pada orang tua, keluarga, yatim dan orang-orang miskin maka seorang hamba harus bekerja. Kiai Ali mengatakan dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa ketika ada seorang hamba yang memiliki tenaga, sehat, memiliki kesempatan bekerja, namun justru tidak mau bekerja dan memilih menjadi pengemis maka kelak di hari kiamat wajahnya tidak mempunyai daging.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement