REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dua orang pejabat pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan kekuatan tempur Rusia untuk menggelar invasi penuh ke Ukraina sudah mencapai 70 persen. Mereka menambahkan kini, Moskow mengerahkan lebih banyak pasukan batalion taktis ke perbatasan.
Pada Ahad (6/2/2022) para pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya itu mengatakan dalam dua pekan terakhir jumlah grup batalion taktis di perbatasan bertambah dari 60 menjadi 83 pada Jumat (4/2/2022) lalu. Sementara, 14 lainnya masih berada di tempat transit.
Para pejabat tersebut menambahkan mengenai waktu invasi, puncak pengerahan pasukan akan terjadi pada 15 Februari. Unit-unit militer Rusia dapat melakukan transit off-road mekanis. Kondisi itu akan berlanjut sampai akhir Maret.
Melihat waktu dan terus bertambahnya kemampuan dan jumlah pasukan di dekat Ukraina dapat menunjukkan pintu diplomasi mulai tertutup. Para pejabat AS itu tidak dapat memberikan bukti mengenai jumlah pasukan Rusia yang mereka perkirakan.
Rusia sudah menumpuk lebih dari 100 ribu pasukan dekat perbatasan. Moskow mengaku tidak berencana menggelar invasi tapi akan mengambil tindakan militer bila tuntutan keamanannya tidak terpenuhi. Mereka tidak menyebutkan tindakan militer apa yang akan diambil.
Rusia meminta NATO untuk tidak pernah mengizinkan Ukraina bergabung. Washington dan NATO mengatakan permintaan Rusia tidak dapat diterima.
Washington yakin Rusia mungkin akan mengambil pilihan lain dibanding invasi skala penuh, termasuk serangan terbatas. Para pejabat itu mengatakan belum diyakini Presiden Vladimir Putin sudah mengambil keputusan akhir.
Namun, mereka mengatakan Putin mengerahkan pasukan agar bisa mengeksekusi semua skenario. Para pejabat AS itu menambahkan bila Rusia menginvasi ibukota Kiev, maka Ukraina dapat jatuh dalam beberapa hari.
Salah satu pejabat mengatakan invasi skala penuh dapat menjatuhkan banyak korban. Para pejabat mengatakan Ukraina dapat kehilangan sekitar 5.000 hingga 25 ribu pasukannya. Sementara, Rusia dapat kehilangan sekitar 3.000 hingga 10 ribu pasukan.
Jumlah korban sipil dapat mencapai 25 ribu hingga 50 ribu jiwa. Washington juga yakin invasi skala penuh dapat memicu jutaan orang terpaksa mengungsi dan menyebar ke seluruh penjuru Eropa.