Kamis 10 Feb 2022 16:56 WIB

Jenderal Ukraina: Kami Siap Hadapi Rusia 

Tak hanya di utara, militer Ukraina pun menggelar latihan di wilayah selatan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
 Dalam foto yang diambil dari video dan dirilis oleh Layanan Pers Kementerian Pertahanan Rusia pada Rabu, 2 Februari 2022, tank Rusia dan Belarusia berkendara selama latihan militer bersama di lapangan tembak Brestsky, Belarusia. Pasukan Rusia dan Belarusia mengadakan pelatihan tempur bersama di lapangan tembak di Belarus pada Rabu karena ketegangan tetap tinggi di bawah ancaman perang dengan Ukraina. Latihan tersebut melibatkan unit senapan bermotor, artileri dan rudal anti-tank, serta awak tank dan pengangkut personel lapis baja.
Foto: AP/Russian Defense Ministry Press S
Dalam foto yang diambil dari video dan dirilis oleh Layanan Pers Kementerian Pertahanan Rusia pada Rabu, 2 Februari 2022, tank Rusia dan Belarusia berkendara selama latihan militer bersama di lapangan tembak Brestsky, Belarusia. Pasukan Rusia dan Belarusia mengadakan pelatihan tempur bersama di lapangan tembak di Belarus pada Rabu karena ketegangan tetap tinggi di bawah ancaman perang dengan Ukraina. Latihan tersebut melibatkan unit senapan bermotor, artileri dan rudal anti-tank, serta awak tank dan pengangkut personel lapis baja.

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Panglima Angkatan Darat Ukraina Jenderal Oleksandr Syrskyi mengatakan, pasukannya telah memulai pelatihan militer di utara negaranya. Kegiatan tersebut dilaksanakan saat Rusia dan Belarusia menggelar latihan militer gabungan.

Syrskyi mengungkapkan, dalam latihan tersebut, pasukannya akan menguji senjata baru dari Amerika Serikat (AS) dan Inggris serta berlatih cara melawan serangan udara. “Angkatan bersenjata Ukraina siap. Kami mampu dan kami tidak akan menyerahkan satu meter pun tanah Ukraina tanpa perlawanan,” ujar Syrskyi saat ditanya Sky News apakah dia memiliki pesan untuk pasukan Rusia yang turut menggelar latihan bersama Belarusia, Kamis (10/2/2022).

Baca Juga

Ia mengatakan, tidak mungkin bagi negaranya untuk tidak bereaksi terhadap konsentrasi pasukan Rusia yang saat ini menjalani pelatihan di utara di sepanjang perbatasan Belarusia. "Itulah sebabnya kami melakukan pelatihan kami di utara menuju perbatasan Belarusia guna memastikan bahwa kami mempertahankan kesiapan tinggi untuk semua jenis skenario,” ucapnya.

Menurut Syrskyi, tak hanya di utara, militer Ukraina pun menggelar latihan di wilayah selatan. “Kami telah merencanakan latihan untuk pasukan yang mendukung operasi kontra udara. Kami juga telah meningkatkan pengintaian di daerah itu dan memperkuat kerja sama dengan mitra kami seperti angkatan laut AS,” katanya.

Dia menegaskan, tidak akan mudah bagi Rusia jika mereka memutuskan melakukan invasi besar-besaran ke Ukraina. “Ini adalah peringatan. Kami akan memastikan berjuang sampai napas terakhir untuk setiap meter tanah Ukraina,” ucapnya.

Jenderal berusia 56 tahun itu mengungkapkan, saat ini jumlah pasukan Rusia di sekitar perbatasan Ukraina adalah sekitar 120 ribu tentara. Jumlahnya bakal meningkat sekitar 140 ribu jika personel angkatan laut dan angkatan udara Rusia turut dikerahkan.

Kendati demikian, hal itu tak membuat Syrskyi gentar. "Saya percaya pada prajurit Ukraina. Saya percaya pada angkatan bersenjata kami dan saya percaya pada kemenangan kami,” ujarnya menegaskan.

AS dan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah menuding Rusia memiliki rencana untuk menyerang Ukraina. Dasar tuduhan itu adalah pengerahan lebih dari 100 ribu tentara Rusia ke perbatasan Ukraina. Meski Moskow telah membantah tudingan tersebut, Washington dan NATO tetap menegaskan bakal membela Kiev.

Hubungan Ukraina dengan Rusia telah memanas sejak Februari 2014, yakni ketika massa antipemerintah berhasil melengserkan mantan presiden Ukraina yang pro-Rusia, Viktor Yanukovych. Dia dimakzulkan setelah gelombang demonstrasi berlangsung tanpa henti selama tiga bulan. Massa memprotes keputusan Yanukovych membatalkan kerja sama dengan Uni Eropa. Keputusan tersebut ditengarai akibat adanya tekanan Moskow. Rusia memang disebut tak menghendaki Kiev lebih dekat atau bergabung dengan Uni Eropa.  

Ukraina membentuk pemerintahan baru pascapelengseran Yanukovych. Namun Rusia menentang dan memandang hal tersebut sebagai kudeta.

Tak lama setelah kekuasaan Yanukovych ditumbangkan, Moskow melakukan aksi pencaplokan Semenanjung Krimea. Kala itu terdapat kelompok pro-Uni Eropa dan pro-Rusia di Ukraina. Kelompok separatis pro-Rusia merebut sebagian besar dua wilayah timur Ukraina yang dikenal sebagai Donbass. Pertempuran pun berlangsung di sana. Hingga kini, ketegangan masih terjadi di wilayah tersebut. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement